Vanessa dan Kebohongan

Vanessa dan Kebohongan

Oleh: Arief Sosiawan Pemimpin Redaksi Kasus prostitusi online yang melibatkan artis menyeruak lagi. Ada 45 artis dan 100 model disebut Polda Jatim terlibat dalam kasus ini. Ada jejak rekam digitalnya. Ini menjadikan Kapolda Irjenpol Luki Hermawan beserta jajaran sibuk. Kasus seperti ini sebenarnya jamak terjadi. Masih terang dalam ingatan kita kasus Ariel Noah yang terjerembab dalam kisah cinta bersama artis Luna Maya dan Cut Tari, beberapa tahun lalu. Penyanyi top Indonesia itu harus meringkuk di balik jeruji penjara tiga tahun enam bulan dan membayar denda Rp 250 juta subsider tiga bulan kurungan. Itu vonis yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Bandung. Ariel dinilai melanggar pasal 29 Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, setelah video mesumnya bersama Luna Maya dan Cut Tari tersebar di dunia maya. Masih banyak kasus lain seperti ini yang membelit artis-artis Indonesia. Vanessa Angel adalah artis yang masuk dalam kubangan itu. Mantan Didi Mahardika  ini sudah ditetapkan sebagai tersangka bersama empat muncikari dan dipastikan masuk dalam gelapnya sel tahanan. Kasus ini juga menyeret dua finalis Puteri Indonesia, Maulia Lestari dan Fatya Ginanjarsari. Tapi, kini keduanya masih berstatus saksi. Walau begitu, kabar tersebut cukup menyengat saat kondisi negara kita sedang disibukkan urusan pemilihan presiden dan pemilihan legislatif. Kata polisi, masih banyak nama artis lain yang ada dalam jejak digital para muncikari. Mereka semua satu per satu segera dipanggil polisi untuk memberikan penjelasan. Untuk menyelesaikan kasus ini, polisi tampak serius mengupayakannya. Misalnya dengan mengundang berbagai tenaga ahli, baik ahli IT, ahli bahasa, ahli pidana, maupun ahli dari kementerian agama dan MUI. Masukan dari ahli-ahli tadi mendorong polisi menetapkan Vanessa Angel sebagai tersangka menggunakan pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE. Keberanian polisi menetapkan ini akan diikuti penetapan terhadap nama-nama artis lain yang disebut para muncikari. Tentu saja jika cukup bukti seperti bukti-bukti yang dipakai untuk menjerat Vanessa Angel. Tapi faktanya, penggunaan pasal 27 ayat 1 ini berbuntut. Beberapa pihak mempertanyakan: kok pasal ini? Komnas Perempuan dengan lantang mempertanyakannya, bahkan menyesalkan langkah polisi. Kenapa hal ini terjadi? Kenapa keberanian polisi justru ada yang menyoal? Adakah ketidakadilan di tengah penanganan kasus ini? Adakah faktor lain yang menyebabkan polisi harus melakukan tindakan keras dengan menersangkakan Vanessa Angel? Tentu berbagai pertanyaan itu memunculkan opini ketidakpercayaan terhadap polisi. Menyiratkan rasa kurang senang terhadap polisi atas penanganan kasus ini. Memberi pesan jika polisi dalam menuntaskan kasus ini memaksakan kehendak karena desakan dari masyarakat. Sebab, penggunaan pasal 27 ayat 1 Undang-Undang ITE yang berbunyi: setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan atau mentransmisikan dan atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan, dianggap kurang tepat karena sebelumnya Vanessa Angel berani mengatakan kalau dirinya dijebak. Atau karena Vanessa Angel merasa hanya korban akibat dirinya tidak merasa melanggar undang-undang yang dituduhkan membuat polisi jengah. Atau juga karena Vanessa Angel dianggap berbohong, berbelit-belit, dan tidak kooperatif dalam pemeriksaan hingga polisi menjadi terganggu kewibawaannya. meski polisi tidak secara vulgar menjelaskan seperti ini? (*)

Sumber: