Dibayang-bayangi Kepercayaan Tahayul Leluhur (1)

Dibayang-bayangi Kepercayaan Tahayul Leluhur (1)

Rina (samaran) menangis gero-gero. Air matanya banjir membasahi kaus ketat yang membungkus tubuhnya. “Lebih baik aku mati,” katanya berulang-ulang. Rina menolak ketika menerima ditelepon ayahnya, disuruh pulang. “Aku tidak akan pulang. Aku akan pergi bersama Angga (nama samaran pacarnya, red). Biar aku tidak diakui Bapak-Emak. Aku gak ngreken,” katanya. Rina adalah keponakan, anak adik istri Memorandum yang berasal dari Lamongan. Setengah jam yang lalu dia datang diantar gojek. Wajahnya kusut. Pakaiannya lusuh. Tanpa didahului salam, Rina berlari begitu turun dari gojek dan menangis gombay. Dia ambruk di pangkuan istri Memorandum dan mingsek-mingsek. “Aku mau sama Angga. Tak mau yang lain,” katanya. Tentu saja Memorandum dan istri kebingungan. Ada apa ini kok Rina tiba-tiba ngomong gitu. “Tenang. Ini ada apa?” tanya istri Memorandum, sebut saja Risa. Setelah berhasil menenangkan diri, Rina menjelaskan bahwa Angga adalah teman sekampusnya. Mereka sudah lebih dari setahun jadian menjadi sepasang kekasih. “Bapak dan Emak sudah saya kenalkan dengan dia (Angga, red),” kata Rina. Angga yang ganteng, tinggi besar, dan pandai bicara tidak membutuhkan waktu lama untuk mendapatkan restu dari kedua orang tuanya. Apalagi orang tua Angga bukan orang sembarangan. Mereka berkedudukan tinggi di pemerintahan daerah di kotanya. Angga sudah beberapa kali dolan ke rumah Rina. Selalu menggunakan mobil atau motor yang tergolong wah. Mungin ini pula yang menyebabkan orang tua Rina merestui hubungan anaknya dan pemuda supel tersebut. Tidak hanya menghormati dan bersikap sungkan-sungkan, orang tua Rina sangat terbuka kepada kekasih anaknya itu. Angga bahkan diberi kebebasan untuk menginap sehari-dua hari di rumah bila ada kepentingan tertentu. “Misalnya saat belajar bersama atau mengerjakan tugas hingga larut malam,” kata Rina, yang menambahkan bahwa tentu saja mereka tidak tidur sekamar, melainkan di kamar berbeda. “Sampai pagi?” goda istri Memorandum. Rina tidak menjawab. Hanya tersenyum dan melengos ke kiri. Walau Angga sudah beberapa kali menginap di rumah Rina di Lamongan, sampai sekarang belum sekali pun Rina bermain-main ke rumah Angga, yang entah di mana. Angga tidak pernah bercerita dan Rina belum pernah bertanya. Orang tua Selama ini Angga memang tinggal di Surabaya. Di rumah dinas bersama keluarga paman yang  pejabat perusahaan rokok besar di Jawa Timur. Beberapa kali Rina dan keluarganya pernah mampir sejenak ke sini. Kedua orang tua Rina baru bertanya ketika Angga menyatakan akan melamar kekasihnya tersebut. Angga mengatakan baru akan mengajak kedua orang tuanya menemui orang tua Rina setelah mendapat kepastian pinangan Angga diterima. “Insya Allah satu atau dua bulan ke depan kami akan resmi melamar Rina,” kata Angga. Rina yang waktu itu duduk di samping Emak dan Bapak hatinya berosorak sorai. (jos, bersambung)  

Sumber: