Pengertian Musafir dan Syarat Seseorang Disebut Musafir

Pengertian Musafir dan Syarat Seseorang Disebut Musafir

Surabaya, Memorandum.co.id - Istilah musafir diambil dari kata bahasa Arab yang artinya adalah melakukan perjalanan. Musafir dalam pengertian secara bahasa adalah orang yang melakukan perjalanan. Syarat Musafir Tidak semua orang yang bepergian lantas dikatakan sebagai musafir dan bisa melakukan keringanan-keringanan dalam hal ibadah. Ahmad Sarwat dalam bukunya Seri Fiqih Kehidupan 3 menyebutkan ada tiga syarat utama seorang musafir. 1. Keluar dari Daerah Tempat Tinggalnya Seseorang baru bisa disebut sebagai musafir apabila ia keluar dari wathan atau daerah tempat tinggalnya. Meski ia sudah menempuh jarak yang ditetapkan seperti seorang musafir, jika belum keluar dari daerahnya tidak bisa dikatakan sebagai musafir sehingga keringanan untuk musafir tidak boleh dilakukan. Contohnya, seseorang yang mengemudikan mobil dan masuk ke jalan tol di Jakarta. Meskipun alat pengukur jarak menunjukkan telah menempuh lebih dari 100 km, tetapi kalau hanya berputar-putar saja di dalam kota lalu pulang ke rumah, maka tidak disebut musafir. 2. Memiliki Tujuan Tertentu Musafir dalam perjalanannya juga harus memiliki tujuan tertentu yang pasti secara spesifik, bukan sekadar berjalan tanpa arah dan tujuan. Selain itu, perjalanan yang dilakukan hendaknya tidak bertujuan untuk melakukan maksiat atau kemungkaran yang dilarang Allah SWT. Perjalanan yang dilakukan dengan tujuan untuk mencuri, berjudi, berpraktik riba, mengerjakan sihir, atau perbuatan maksiat lainnya menjadi tidak dibenarkan dan tidak berlaku keringanan untuk melakukan sholat dengan jama' atau qashar bagi pelakunya. 3. Ada Jarak Minimal ke Tempat yang Dituju Seseorang dikatakan sebagai musafir apabila telah menempuh jarak minimal dari wilayah tempat tinggalnya hingga ke tempat tujuannya. Dalam hal penentuan jarak seorang musafir, para ulama memiliki perbedaan pendapat. Quraish Shihab dalam buku Menjawab 1001 Soal Keislaman yang Patut Anda Ketahui menyebutkan, menurut mazhab Syafi'i dan Maliki jarak yang ditempuh musafir sekurang-kurangnya adalah 77 kilometer. Sedangkan menurut Madzhab Abu Hanifah, yaitu 115 kilometer. Imam Ahmad berpendapat bahwa seseorang tidak bisa lagi disebut sebagai musafir jika dia telah bermaksud tinggal empat hari atau lebih di suatu tempat. Imam Syafi'i dan Malik juga berpendapat demikian. Sementara Imam Abu Hanifah membenarkan sampai lima belas hari. . (*/Rdh)

Sumber: