Begini Tanggapan Pakar Hukum UTM Soal Tuntutan Hukuman Mati Teddy Minahasa
Tolib Effendi SH MH Surabaya, memorandum.co.id - Pakar hukum pidana dari Universitas Trunojoyo Madura (UTM) Tolib Effendi SH MH tak memungkiri bahwa tuntutan hukuman mati yang dilayangkan kepada terdakwa kasus peredaran narkoba, mantan Kapolda Sumatera Barat Irjenpol Teddy Minahasa, menuai pro dan kontra. Menurut telaahnya, hukuman pidana mati setidaknya ada 3 hal yang selalu menjadi perdebatan. Pertama, HAM. Kedua, efektivitas. Dan yang ketiga tentang pelaksanaan. “Jika pidana mati dikaitkan dengan HAM, maka tidak ada perdebatan, selesai sudah. Namun terkadang tidak berimbang jika mengaitkan segala sesuatu dengan HAM, karena pelaku tindak pidana yang dituntut bahkan divonis mati tentunya juga telah melanggar HAM yang berat juga,” jelas Tolib Effendi, Jumat (7/4). Sedangkan soal efektivitas tuntutan hukuman mati, Tolib menyebut tidak mengubah fakta bahwa perkara narkotika akan turun. Yang ada justru setiap tahun naik kasusnya. “Data-data terkait efektivitas pidana mati, di antaranya 98 persen pidana mati dijatuhkan untuk perkara narkotika itu tidak ada jaminan perkara narkotika menurun tiap tahunnya, sehingga dari segi efektivitas sangat tidak relevan,” tegas dosen Fakultas Hukum UTM ini. Adapun pelaksanaan pidana mati secara intramuros, dinilainya kontra dengan tujuan pidana mati untuk menakut-nakuti calon pelaku tindak pidana. Di beberapa negara, kata Tolib, pidana mati dilaksanakan secara extramuros atau terbuka. Dengan begitu masyarakat bisa melihat betapa kejamnya pidana mati. “Harapannya supaya takut dan tidak melakukan tindak pidana. Tetapi di Indonesia, pidana mati secara intramuros tidak jelas pelaksanaanya dan bahkan tidak jelas sudah dieksekusi atau tidak,” urai dia. “Terpidana mati setelah dieksekusi langsung dimasukkan peti mati dan tidak boleh dibuka dengan tidak ada jaminan peti mati tersebut kosong atau ada isinya,” sambung Tolib. Meski demikian, lanjut Tolib, pidana mati masih tetap dilaksanakan. Hal ini tak terlepas dari elemen pembentuk hukum di Indonesia yang masih menganggap pidana mati sebagai sanksi terberat yang pantas diberikan bagi pelaku tindak pidana yang sangat berat “Sepanjang masih diatur, maka masih diterapkan. Agama-agama di dunia juga tidak menolak pidana mati,” pungkas Tolib. (bin/x2)
Sumber: