Awas Kejahatan Gendam, Pengamat: Antisipasi dengan Perkuat Identitas Diri
Sosiolog Unesa Ali Imron. Surabaya, memorandum.co.id - Kejahatan menggunakan gendam atau hipnotis rawan terjadi menjelang masa mudik Hari Raya Idulfitri 1444 H. Oleh karena itu, masyarakat wajib hati-hati dan mawas diri. Pakar sosiologi asal Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Ali Imron SSos MA mengatakan, kejahatan gendam merupakan aksi kriminal yang mengandalkan sugesti. Pelaku menggunakan konsep hegemoni untuk memperdayai korban. “Gendam secara sosiologis disebut dengan sugesti. Sugesti adalah proses interaksi antarindividu, kemudian ada pengaruh yang diberikan terhadap lawan bicara,” urai Ali Imron, Rabu (5/4/2023). Mulanya, kata Ali, pelaku gendam akan membangun sebuah obrolan. Dari mengobrol itu lalu memicu proses interaksi. Pada momen inilah pelaku gendam mulai memberikan pengaruhnya. “Jadi ada pengaruh yang diberikan pada saat proses interaksi itu. Pengaruh tersebut terjadi tanpa berpikir panjang. Kemudian korban bisa mengikuti apa yang diinginkan oleh pelaku gendam,” jelasnya. Adapun pengaruh yang diberikan pelaku gendam beraneka macam. Bisa pengaruh melalui obrolan atau tindakan tertentu. Yang imbasnya tanpa sadar telah mempengaruhi pola pikir korban. “Korban bisa terpengaruh itu karena mengikuti pola komunikasi yang dibangun. Terlebih, pelaku gendam memang memiliki komunikasi yang bagus. Dia menggunakan konsep hegemoni yaitu mempengaruhi pola pikir dan tindakan lawan bicara,” tandasnya. Ali lantas memberikan tips dan trik agar masyarakat tidak mudah terpedaya oleh penjahat gendam. Pertama yang harus dilakukan oleh masyarakat adalah memperkuat identitas diri atau self defense. Dengan begitu, masyarakat atau calon korban gendam tidak akan mudah dipengaruhi. “Jadi kita harus punya konsentrasi, fokus kepada diri sendiri, karena kita punya identitas. Sehingga, pola komunikasi yang dibangun oleh pelaku gendam tidak sampai mengendalikan kita,” katanya. “Kalau punya identitas yang kuat, kita bisa mengimbangi pola komunikasi pelaku gendam. Dengan identitas yang kuat pula, maka secara otomatis fokus dan konsentrasi kita terbangun,” sambung dosen yang tengah menempuh pendidikan S3 Sosiologi di Universitas Brawijaya Malang ini. (bin)
Sumber: