810 Pelaku Curanmor, Pakar: Bila Nyawa Korban atau Polisi Terancam

810 Pelaku Curanmor, Pakar: Bila Nyawa Korban atau Polisi Terancam

Surabaya, memorandum.co.id - Pakar hukum dan kriminologi dari Universitas Bhayangkara (Ubhara) Surabaya, Prof Dr M Sholehuddin SH MH menjelaskan, polisi tidak bisa asal tembak mati (810) terhadap pelaku kejahatan. Ada prosedur yang harus dipatuhi oleh setiap aparat penegak hukum (APH). “Tidak bisa main tembak mati di tempat. Kalau asal tembak mati tanpa alasan, maka bisa kena pelanggaran HAM, karena melakukan eksekusi tanpa pengadilan,” ujar Prof Sholeh, Rabu (29/3/2023). Akan tetapi, lanjut Prof Sholeh, peluru dapat dilepaskan apabila pelaku kejahatan tersebut mengancam nyawa korban, orang lain, dan polisi yang sedang bertugas. “Kecuali melawan dan membahayakan nyawa orang lain atau penegak hukum, itu baru bisa dilakukan tindakan, tetapi harus terukur dan tidak mematikan. Ada prosedurnya,” kata Sholeh. Dirinya menegaskan, sekalipun pelaku kejahatan tersebut telah berkali-kali melakukan perbuatan melawan hukum dan membuat masyarakat resah, namun tetap upaya tembak mati harus sesuai prosedur seperti yang telah diatur dalam HAM. Ditanya soal kejadian curanmor di Surabaya, Prof Sholeh tak memungkiri bahwa aksi 3C marak dan meresahkan. Untuk itu, dia mengajak masyarakat lebih antisipatif. Sebab, kejahatan dapat terjadi bukan hanya karena ada niat, tetapi juga ada kesempatan. “Kejahatan curanmor ini jangan hanya diserahkan ke aparat kepolisian semata, tapi masyarakat harus punya antisipasi dan tidak boleh lengah. Misal, dengan memberi kunci tambahan atau kunci ganda untuk mempersulit kesempatan pelaku curanmor,” tuntasnya. (bin)

Sumber: