Awas, Fenomena Self Harm di Kalangan Pelajar Mulai Marak

Awas, Fenomena Self Harm di Kalangan Pelajar Mulai Marak

Surabaya, memorandum.co.id - Fenomena self harm kembali marak dilakukan pelajar. Banyak faktor yang mempengaruhi mereka melakukan aksi melukai diri sendiri. Bahkan kejadian fatal hingga kematian bisa mengancam para korbannya. Moh Lutfi selaku humas SMPN 3 Surabaya meminta agar semua pihak, termasuk orang tua untuk mewaspadai fenomena self harm (melukai diri sendiri) pada remaja. Meski itu tidak pernah terjadi di lingkungan sekolahnya. “Kita melakukan pencegahan suatu hal negatif agar hal buruk tersebut tidak terjadi. Semua pihak agar mewaspadai fenomena ini agar anak tidak menjadi korban, meski sampai saat ini di SMPN 3 tidak pernah ditemukan, tapi upaya preventif terus kita lakukan,” kata Lutfi menanggapi terjadinya kasus pelajar secara massal melukai tangan di sejumlah daerah, Jumat (17/3/2023). Pihak sekolah sendiri memberikan bimbingan dan menjalin komunikasi yang baik dengan para pelajar agar tidak sampai terjadi. “Ruang komunikasi itu penting untuk membuka wawasan bagi anak anak supaya bisa memahami kalau tindakan itu tidak baik,” jelasnya Sebab kasus itu kata Lutfi pernah terjadi di Surabaya. Dimana seorang pelajar melukai tangannya sendiri. "Saya pernah ditunjukkan foto oleh siswa saya, ada anak pelajar menyayat lengannya sendiri," kata Lutfi. Lantas pihaknya memberi pemahaman kepada siswa supaya tidak terpengaruh dengan fenomena yang negatif itu. "Saya tekankan pada anak anak supaya jangan sampai melakukan hal itu. Karena bisa berakibat fatal akhirnya. Kalau itu sampai lukanya tembus ke nadi, bisa sampai meningggal," ungkapnya. Disinggung kenapa sampai melakukan hal tersebut, dari informasi yang digali, mereka nekat melukai diri sendiri untuk mencari sebuah kepuasan. Mungkin karena ada masalah internal atau pribadi yang membuat mereka melakukan aksi nekat itu. "Katanya ada kepuasan tersendiri," cakapnya. Sementara itu Ahmad salah satu pelajar mengaku resah dengan fenomena itu. Sebab, dampak buruknya tren negatif itu menimbulkan suatu gejolak dimana dapat mempengaruhi yang lain. "Aku melihatnya takut. Sampai menyayat tangan dengan silet (benda tajam). Kadang itu sampai dibentuk silang silang atau nama dan itu sampai keluar darahnya," ungkapnya. Ia mengetahui itu dari media sosial. "Kayak gitu malah dishare-share (dibagikan ke medsos). Berpikirnya di luar nalar," cetusnya. Seperti dimetahui sebelumnya, sebanyak 52 pelajar di salah satu sekolah menengah pertama di Kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu, secara massal melukai tangan mereka sendiri yang diduga karena pengaruh media sosial. Tak hanya di Bengkulu, kasus serupa juga terjadi di Bali. (alf)

Sumber: