Tiga Tahun Terakhir, Ratusan Pendekar di Kota Marmer Terlibat Penganiayaan

Tiga Tahun Terakhir, Ratusan Pendekar di Kota Marmer Terlibat Penganiayaan

Tulungagung, memorandum.co.id - Polres Tulungagung terus melakukan penindakan tegas kepada pelaku penganiayaan anggota perguruan silat di wilayah hukumnya. Hal ini dilakukan bukan tanpa sebab. Karena selama tiga tahun terakhir, kasus penganiyaan di Tulungagung yang melibatkan anggota perguruan silat cenderung mengalami kenaikan. Kasat Reskrim Polres Tulungagung, AKP Agung Kurnia Putra mengatakan, sepanjang tahun 2021 lalu saja, pihaknya telah menuntaskan 26 kasus penganiyaan, menetapkan 37 tersangka dewasa dan 15 tersangka anak-anak. Kemudian pada tahun 2022, Polres Tulungagung mengungkap 39 kasus, dengan 75 tersangka dewasa dan 23 tersangka anak-anak. Lalu di awal tahun 2023 ini, Polres Tulungagung sudah mengungkap 7 kasus penganiyaan dengan 22 tersangka dewasa dan 14 tersangka anak-anak. "Pada tahun 2022 lalu hampir 100 tersangka yang kita amankan. Sedangkan di awal tahun ini sudah ada 36 tersangka yang kita proses hukum," terangnya, Selasa (14/3/2023). Dan terbaru, lanjut AKP Agung, pihaknya kembali mengamankan 7 tersangka kasus penganiayaan. Di mana 3 orang merupakan tersangka dewasa dan 4 lainnya masih anak-anak. "Untuk yang anak-anak tidak ditahan tapi tetap diproses hukum," ungkapnya. Agung menjelaskan, selain hukuman tegas kepada pelaku penganiayaan, selama ini pihaknya bersama Forkopimda Tulungagung dan pimpinan perguruan silat juga sudah melakukan upaya lain termasuk pencegahan. Seperti membuat perjanjian pakta integritas untuk mengantisipasi penganiyaan agar tidak terulang kembali. Upaya lainnya adalah melakukan razia atribut perguruan silat yang digunakan tidak pada tempatnya. Karena hal tersebut bisa memicu terjadinya gesekan antar anggota perguruan silat di tingkat bawah "Sudah kita upayakan pencegahan, kalau tetap ada tindakan penganiayaan ya tetap akan kita tindak sesuai hukum yang ada," tegasnya. Menurut AKP Agung, motif yang paling sering muncul adalah balas dendam. Ketika mendengar informasi rekan seperguruannya dianiaya oleh kelompok perguruan lain di suatu tempat, maka akan ada imbas peristiwa serupa di tempat lain. Hal ini tidak hanya berlaku di wilayah Kabupaten Tulungagung saja. Bahkan juga di kabupaten tetangga seperti di Kediri, yang kemudian bisa berimbas di kabupaten sekitarnya termasuk Tulungagung. "Paling banyak ya karena balas dendam, padahal belum tentu pelakunya adalah korban yang dijadikan sasaran ini," tuturnya. Oleh sebab itu pihaknya meminta semua pihak untuk bersama-bersama menahan diri, agar tidak mudah terpancing dengan hoaks dan berita bohong yang sengaja dihembuskan untuk memperkeruh keadaan serta suasana. (fir/mad)

Sumber: