Cahaya Langit yang Sinari LGBT di Dini Hari (5)

Cahaya Langit yang Sinari LGBT di Dini Hari (5)

Koko tidak puas dengan jawaban bapak, dan pada kesempatan lain bertanya kepada ibu. Ibu bingung, tidak bisa menjawab. Dia malah menelepon bapak. Tidak lama kemudian bapak dan bertengkar dengan ibu. Keesokan harinya mereka sudah melupakan alat pipis, mengapa berbeda antara Koko, Wawan, dan Ana. Seperti biasa, setiap berangkat sekolah. ibu mengenakan pakaian cowok kepada Koko. Enlahlah, kali ini Koko tidak mau. Dia memilih pakaian cewek seperti saat-saat di rumah atau bepergian. Ibu tidak mau. Koko memaksa. Dia ingin mengadu kepada bapak, tapi bapak tidak ada. Mungkin sudah berangkat kerja. Akhirnya Koko menangis. Dengan terpaksa dia memakai pakaian cowok. Namun Koko mogok, tidak mau sekolah. Ibu kembali marah. Kaki Koko dipukul pakai batang sapu ijuk. Koko terus menangis dan tetap tidak mau sekolah. Besoknya peristiwa serupa terjadi. Tapi, kali ini ada bapak. Makanya Koko minta perlindungan bapak. Dia mengatakan tidak mau memakai pakaian cowok. Tapi aneh, bapak tidak membela Koko. “Turuti saja kemauan ibu,” kata bapak. Sangat mengejutkan. Kok jadi begini. Bapak tidak lagi melindungi Koko. Dia lihat ibu mengambil sapu ijuk dan menaruh di sampingnya berdiri. Koko takut dipukul. Karena itu, dia turuti kemauan ibu: memakai pakaian cowok. Setelah itu diantarkan bapak dan Ibu ke sekolah TK agak jauh dari rumah. Melewati dua tikungan dan dua kali penyeberangan jalan. Sampai di sekolah, situasi masih sepi. Hanya ada beberapa teman. Mereka bermain di halaman. Koko langsung masuk kelas. Hingga pelajaran dimulai, semua berjalan seperti biasa. Sesuatu yang tidak biasa terjadi ketika Koko disuruh guru menyanyi di depan kelas. Guru tidak lagi memanggil Koko dengan sebutan Kyky seperti biasanya, melainkan Koko. Teman-teman bersorak-sorak ramai. Koko yang sudah berdiri dan hendak maju terpaksa mengurungkan niat.Dia duduk kembali. “He-he-he… jenenge Kyky diganti. Koko. Kyky saiki wis dadi lanang!” entah siapa yang mengatakan itu, yang jelas kalimat itu disambut tawa meriah. Gemuruh. Koko mengaku pada awalnya tidak tahu mengapa semua orang memperlakukannya sebagai cewek sampai peristiwa itu terjadi. Baru tiga tahun terakhir Koko mengetahui teman-teman dan para guru TK-ku dulu memperlakukannya sebagai cewek karena kena emosi bapak. Waktu itu Koko di-bully teman-teman dan lari ke guru. Ternyata guru-guru justru membenarkan bully-an teman-teman, yang mengatakan Koko adalah cowok, bukan cewek. Koko mengadu ke bapak, dan bapak marah-marah di sekolah. Koko tidak kerasan di sekolah. Ia mogok. Bapak dan ibu kemudian memamitkan aku keluar sekolah. Koko terpaksa menganggur setengah tahun sampai akhirnya masuk kelas satu SD. (jos, bersambung)  

Sumber: