Cahaya Langit yang Sinari LGBT di Dini Hari (3)

Cahaya Langit yang Sinari LGBT di Dini Hari (3)

Yang paling dinikmati ibu. Ia dilayani beribu sosok muda yang sekilas terlihat sangat cantik, tapi pada kilasan lain terlihat sangat tampan. Mereka cekatan memenuhi kebutuhan Ibu, apa pun yang diinginkan. “Ibu merasa kamu ada di antara mereka. Padahal, waktu itu kamu belum lahir. Kamu masih ada di kandungan. Perasaan Ibu, kamulah pimpinan mereka. Kamu tidak pernah jauh dari Ibu. Sekejap pun,” tutur ibu kala itu. Entahlah, timbul perasaan bangga ketika ibu bilang begitu. Akhirnya bayi ketujuh yang ditunggu-tunggu bapak dan ibu serta pakde dan bude lahir. Itulah aku. Aku lahir laki-laki sesuai impian pakde dan bude. Bukan impian bapak dan ibu. “Dia jadi anakku,” kata pakde seperti ditirukan ibu. Ibu merasakan nada bicara pakde sangat kasar dan ibu tidak menyukai itu. Koko langsung diboyong ke rumah pakde dan bude. Kata pakde dan budenya, wajah Koko amat ganteng. Mirip Arjuno dalam dunia pewayangan. Saking gantengnya, kata mereka, Koko malah lebih pantas didandani pakaian cewek. Imut. Di rumah pakde dan bude, meskipun mereka sangat merindukan anak laki-laki—karena empat anaknya sendiri perempuan, Koko kadang didandani pakaian cewek milik anak-anak bude sewaktu kecil. Waktu itu mereka sudah duduk di bangku kelas lima SD, kelas satu SMP, serta kelas satu dan tiga SMA. Pakde dan bude mengaku gemes setiap melihat Koko didandani cewek. Mirip golekan ngik. Dibanding anak-anaknya sendiri, maaf, Koko memang jauh lebih punya wajah. Mereka rata-rata berwajah dan berpenampilan ndesani. Dipakaiin apa pun, nggak bisa menaikkan kualitas prejengan mereka. Yang memang jauh di bawah standar. Koko hanya sebulan ikut pakde-bude. Sebab, sejauh ini mereka belum memberikan kompensasi tanah kaveling kepada ibu. Sudah dua kali mereka menunda dengan alasan sertifikatnya masih disekolahkan di pegadaian. Sampai batas janjinya lewat pun, belum ada realisasi. Akhirnya ibu kecewa dan menarikku dari Pakde. Ibu mengistilahkan Pakde dan Bude hanya PHP. Aku dijemput paksa olah Bapak dan Ibu. Kebetulan waktu itu aku sedang didandani pakaian cewek oleh bude. Ibu baru menyadari penampilanku ketika dalam perjalanan pulang. “Lho, Koko kok malih dadi cewek?!?” mungkin begitu pikirnya. Ibu lantas protes bude via telepon. Bude minta maaf. Dia mengaku kadang-kadang sengaja ndandani aku seperti cewek sebagai hiburan. Melihat Koko tampil cantik, bapak tertawa dan segera menghentikan mobil. Merebutnya dari gendongan ibu. Menciumi sampai Koko menggelinjang. (jos, bersambung)  

Sumber: