Dugaan Penganiayaan Anak, Wali Kota Pecat Oknum Penjaga Selter Gayungan
Surabaya, memorandum.co.id - Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi mengambil sikap tegas adanya tindak kekerasan terhadap anak berhadapan hukum (ABH) di shelter UPTD Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB). Wali Kota Eri menegaskan memecat oknum penjaga shelter tersebut. Wali Kota Eri Cahyadi menjelaskan, Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya melalui Inspektorat telah memanggil oknum yang terlibat dalam kejadian tersebut. “Jadi soal oknum petugas shelter itu kemarin sudah dilakukan pemeriksaan, dan diberikan sanksi yang berat. Kebetulan, itu petugas shelter yang bukan dari pegawai negeri, sehingga kita sanksi, kita pecat, dan kita keluarkan sebagai petugas shelter,” kata Wali Kota Eri, Jumat (3/3/2023). Wali Kota Eri Cahyadi ingin agar oknum petugas shelter yang terlibat itu dihukum sesuai aturan yang berlaku. Oleh karena itu, ia ingin proses tetap berjalan, meskipun telah dipecat sebagai tenaga kontrak petugas shelter di lingkungan pemkot. “Sanksi beratnya kita keluarkan. Namun hukum harus tetap berjalan, pemecatannya mulai dari kemarin, satu orang diperiksa,” ujar Wali Kota Eri. Tindak tegas ini merupakan bagian dari komitmen pemkot dalam menjaga kenyamanan dan keamanan Kota Surabaya ke depannya. Selain itu, tindak tegas ini juga untuk menghindari adanya prasangka buruk atau fitnah, sehingga membuat suasana Kota Surabaya tidak kondusif. “Baik itu kekerasan, atau pungli, dan lain sebagainya, ayo kita buktikan. Akan tetapi jangan dengan dugaan atau fitnah, kalau ada bukti ayo berikan sanksi yang berat. Tapi kalau tidak terbukti, jangan sampai timbul prasangka buruk sehingga suasana Surabaya tidak kondusif,” jelasnya. Wali kota yang akrab disapa Cak Eri Cahyadi itu menerangkan, di dalam shelter itu sudah ada standar operasional prosedur (SOP) yang ditentukan. Yang pertama adalah, petugas petugas shelter wajib menjaga, memastikan penghuni di dalam shelter dalam kondisi baik. Yang kedua, petugas wajib menjaga agar ABH tidak keluar dari tempat shelter. “Kalau dia melakukan kekerasan dan memperlakukan hal tidak benar. Artinya tidak menjalankan SOPnya. Tetapi saya ingatkan, tidak semua penjaga (petugas shelter) di shelter melakukan seperti itu, kalau satu, dua orang itu adalah oknum, seharusnya tidak merusak apa yang sudah kita bentuk ini,” terang Cak Eri. Cak Eri memastikan, kondisi korban sudah dalam keadaan membaik, dan dilakukan pendampingan serta pemulihan. Ia berterima kasih kepada masyarakat Surabaya telah menjadi koreksi bagi pemkot. Dari adanya kejadian ini, Cak Eri menjadikannya sebagai koreksi agar pemkot dan Kota Surabaya semakin baik ke depannya. “Karena lebih baik seperti ini, dikoreksi dari orang luar untuk memberikan masukan dan informasi, karena itu saya nyuwun tolong (minta tolong) kepada warga Surabaya untuk terus mengawasi, memberikan yang terbaik untuk pembangunan kota ini. Saya harap ke depannya bisa tercipta birokrasi yang solutif dan handal sesuai dengan aturan perundangan,” sebut Eri. Sementara itu, Kasatreskrim Polrestabes Surabaya AKBP Mirzal Maulana yang pasti pihak keluarga telah membuat laporan (LP) dan menunjuk unit PPA untuk melakukan penyelidikan terkait kebenaran peristiwa dalam laporan tersebut. "Dan saya sampaikan untuk komunikasi dan koordinasi dengan stakeholder terkait yang tergabung dalam Sinergi Pangkas (sinergi perlindungan terhadap kekerasan anak), yang saya inisiasi group ini sebagai media koordinasi antar lembaga yang menangani anak," kata Mirzal. Perlu diketahui anaknya menjadi korban kekerasan oleh oknum petugas linmas inisial BG di Selter Anak di Gayungan. Tidak terima kemudian dengan didampingi Surabaya Children Crisis (SCCC), ibunya melapor ke Polrestabes Surabaya. (rio)
Sumber: