Tarif Murah, Krematorium Keputih Dilirik Masyarakat
Surabaya, memorandum.co.id - Krematorium atau tempat perabuan milik Pemkot Surabaya di kompleks Tempat Permakaman Umum (TPU) Keputih, mulai diminati masyarakat. Sejak dibuka akhir Juni 2019, sudah puluhan jenazah diabukan di sana. Jumlah jenazah yang dikrematorium atau diabukan setiap bulan menunjukkan grafik meningkat. Berdasarkan data UPTD Krematorium Keputih, pada Juli baru satu jenazah yang diabukan, Agustus naik menjadi 15 jenazah, September 24 jenazah, Oktober 25 jenazah, dan November 29 jenazah. "Untuk awal Desember ini sudah ada jenazah yang diabukan. Tadi (kemarin, red) ada satu dan besok (rabu, red) ada satu lagi,”ungkap Selamet Sugondo, staf administari UPTD Krematorium Keputih, Senin (2/12). Dia menambahkan, untuk sementara ini UPTD Krematorium Keputih belum mengoperasikan semua tungku pembakaran mayat yang ada tiga unit secara bersamaan. Sebab, dikhawatirkan saat pembakaran tidak maksimal. Untuk itu, pihaknya mengoperasikan satu per satu. "Tungku pembakaran sekarang ini memakai bahan bakar solar. Proses pembakaran sekitar satu hingga dua jam, tergantung tebal tipisnya peti mati. Sebab, pembakarannya bersama dengan peti mati,” beber dia. Selama ini, lanjut dia, mereka yang memanfaatkan tempat perabuan ini dari berbagai kalangan. Ada umat Hindu, Budha, dan Kristen.“Kebanyakan adalah warga Surabaya yang memanfaatkan,” kata dia. Soal tarif, Selamet Sugondo menuturkan, tarif di Krematorium Keputih lebih murah dibandingkan milik swasta. Dan, ini diakui ahli waris salah seorang keluarga yang dikremasi di Keputih. “Kalau di tempat lain katanya paling murah Rp 3 juta, kalau di sini ratusan ribu saja,” kata dia. Penentuan tarif di Krematorium Keputih diatur berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) No 7 Tahun 2012, yakni berdasarkan ketebalan peti. Retribusi paling murah Rp 500 ribu menggunakan peti model partikel. Sedangkan untuk biaya sewa tempat, fasilitas perawatan, termasuk penyiapan dan pelaksanaan upacara sebesar Rp 300 ribu. Sementara itu, tarif untuk peti dengan tebal 2 cm dikenakan Rp 1.250 juta, peti dengan tebal 3 sampai 5 cm ditarik Rp 1.750 juta. Sedangkan untuk yang paling mahal, peti dengan ketebalan 6 cm dikenakan retribusi Rp 3 juta. Fasilitas pendukung lainnya adalah di Krematorium Keputih ada Pura untuk untuk umat Hindu. Lalu ada tempat upacara pembakaran uang atau rumah-rumahan bagi umat Budha. Selain itu ada toilet. "Sebenarnya di sini juga ada tempat penyimpanan abu jenazah. Berhubung belum ada perda untuk mengatur tarif atau retribusi, jadi belum bisa digunakan,” ungkap Selamet Sugondo. Rumah Duka Adi Jasa Sementara rumah duka Adijasa di Jalan Demak 90-92 merupakan salah satu rumah duka milik swasta yang diminanti masyarakat di Surabaya. Kepala Kantor Adijasa Agus mengatakan, kebutuhan untuk orang meninggal di rumah duka Adijasa setiap tahunnya meningkat.“Bayangkan, tahun 2018 saja rata-rata per bulan 150 jenazah. Tahun ini meningkat tajam, per bulan 250-300 jenazah,” kata Agus kepada Memorandum, Senin (2/12). Agus menjelaskan, rumah duka Adijasa memiliki tiga gedung dengan 58 ruangan persemayaman yang terbagi menjadi dua. Di antaranya, satu gedung dua lantai ada 30 ruangan VIP bertarif Rp 1,2 juta plus dua gedung biasa 28 ruangan dengan tarif Rp 600 ribu. “Bedanya, kalau gedung VIP ada AC-nya sedangkan gedung biasa tidak ada AC-nya. Itu tarif ruangan saja, lain meja kursinya. Tapi tidak menutup kemungkinan di rumah duka Adijasa juga menyediakan fasilitas ruangan dua hari dua malam bagi yang tidak mampu,”ungkap dia. Apa Adijasa memiliki tempat pembakaran jenazah? Agus mengaku, sejak berdirinya rumah duka Adijasa pada 1988 silam sudah meminta izin ke Pemkot Surabaya. Namun tidak diizinkan karena lokasi rumah duka Adijasa berada di tengah-tengah permukiman warga. “Saya sejak dulu sudah mengurus izin tersebut, tapi tidak diperbolehkan. Karena lokasi rumah duka bukan di daerah industri, tapi di permukiman warga. Jadi, sama mereka (pemkot, red) tidak di izinkan untuk tempat pembakaran jenazah,” pungkas dia. Agus menambahkan, untuk pelayanan di rumah duka Adijasa selalu menjadi prioritas kenyamanan dan keamanan bagi pengunjung. Seperti petugas kebersihan di Adijasa sudah diterapkan bergantian mulai pagi, siang, dan malam. “Jadi dengan lingkungan bersih, maka pengunjung merasa nyaman dan aman di rumah duka Adijasa,” pungkas dia.(udi/why/dhi)
Sumber: