BEM PTAI se-Indonesia Minta Pemerintah Kurangi Ketergantungan Energi Fosil
Surabaya, memorandum.co.id - Badan Eksekutif Mahasiswa Perguruan Tinggi Agama Islam (BEM PTAI) se-Indonesia menilai, pemerintah belum memanfaatkan secara maksimal energi panas bumi yang dimiliki oleh Indonesia. Yayan Efendi Septiadi, Koordinator Pusat BEM PTAI se-Indonesia mengatakan, Indonesia merupakan negara yang memiliki cadangan energi panas bumi (gheotermal energy) terbesar kedua di dunia. Indonesia hanya kalah dari Amerika Serikat yang menduduki peringkat pertama. Dari beberapa laporan yang diterima, kata Yayan, Indonesia memiliki sumber daya panas bumi sebesar 23,76 GW. Sayangnya, pemanfaatannya masih 2,17 GW atau hanya 9,1 persen dari total potensi yang ada. “Sayang sekali pemanfaatan gheotermal energy di Indonesia masih sangat minim,” kata Yayan, Kamis (23/2/2023). Yayan mengatakan, energi panas bumi lebih bersih dari energi yang berbasis fosil, bahkan termasuk dari Energi Baru Terbarukan (EBT). Untuk mendukung kampanye Net Zero Emission (NZE) 2060 yang sedang menjadi fokus isu dunia, maka pihaknya mendorong agar adanya eksplorasi yang jauh lebih besar terhadap energi panas bumi. “Sudah seharusnya negara melakukan eksplorasi yang jauh lebih besar untuk beralih pada energi baru terbarukan,” ujar Yayan. Apalagi menurutnya, negara sudah mempunyai perusahaan negara yang berfokus pada gheotermal energy. Yakni, PT Pertamina Gheothermal Energi (PGE). “Kita sudah punya perusahaan yang berfokus di situ, maka tinggal didorong untuk melakukan eksplorasi lebih besar lagi,” terangnya. Meski begitu, pihaknya menyadari bahwa investasi di sektor panas bumi bukan perkara mudah dan murah. Terlebih pemerintah juga harus berfokus pada pemulihan ekonomi nasional (PEN). Oleh karena itu, perusahaan yang tergabung pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) perlu mencari pendanaan alternatif selain dari penyertaan modal. Supaya hal tersebut tidak terlalu membebani keuangan negara. “Kita memahami bahwa negara sedang dilematis karena Pandemi Covid-19. Selain harus fokus pada pemulihan ekonomi nasional, negara juga harus berpikir caranya beralih dari energi fosil ke EBT. Oleh sebab itu harus ada alternatif pendanaan untuk beralih ke EBT,” lanjut Yayan. Yayan menyebut, ada beberapa opsi alternatif pendanaan. Di antanya adalah skema hutang atau dengan cara melepas saham. Menurutnya, langkah yang paling masuk akal adalah dengan melepas saham atau yang dikenal dengan Initial Public Offering (IPO). Dia memaparkan, jika perusahaan dalam hal ini PT PGE mencari modal melalui skema hutang, itu akan berdampak pada beban yang harus dibayarkan. “Jika skemanya hutang, maka negara harus memikirkan beban cicilannya. Dan hutang negara juga tiap tahun bertambah,” jelas Yayan. Sementara jika langkah IPO yang diambil, kata Yayan, perusahaan hanya perlu membagikan deviden setiap tahun tanpa harus membayar cicilan dan bunga. Selain itu, publik bisa mengawasi langsung kinerja perusahaan. “Kalau IPO, kan cukup bayar deviden setiap tahunnya. Dan kinerja perusahaan bisa diawasi langsung, sehingga ini jauh lebih sehat,” imbuhnya. Yayan menyarankan agar para pemangku kebijakan, baik itu pemerintah maupun direksi PT PGE untuk mempertimbangkan sumber pendanaan alternatif. Hal itu agar penggunaan energi fosil bisa terus ditekan, dan rencana menuju NZE 2060 bisa tercapai. (bin)
Sumber: