Pengorbanan Sia-Sia Pengusaha Kosmetik (1)

Pengorbanan Sia-Sia Pengusaha Kosmetik (1)

Selama ini hidup Ela (bukan nama sebearnya) bersama suami, sebut saja Adam, selalu bahagia. Padahal, pria ini seorang penganggur. Semua kebutuhan dicukupi Ela yang punya toko kosmetik di beberapa kota. Adam hanya menghabiskan waktunya saban hari merawat aneka burung kicau. Sesekali dia memperjualbelikan burung-burung tersebut. Mahal, memang, tapi hanya sesekali. Hasilnya tidak pasti. Walau begitu, Ela tidak pernah mempermasalahkan. Toh dia semua kebutuhan. Namun, akhir-akhir ini Ela mengeluh kepada Adam bahwa ia kuwalahan saat kulakan ke Tanah Abang di Jakarta. “Aku berniat mengajak Mas Adam kulakan,” kata Ela, yang sempat kecewa karena ajakannya tak dihiraukan. Keluhan itu disampaikan di ruang pengacara Pengadilan Agama (PA) Surabaya, Jalan Ketintang Madya, beberapa waktu lalu. Ela tidak bisa memaksa Adam lantaran perempuan itu mengaku tidak mampu memaksakan kehendak. Selama ini dia selalu menurut apa kata Adam, dan itu dia anggap sebagai kunci keharmonisan rumah tangganya. Ketika Ela menunjukkan foto suami, Memorandum jadi berpikir lain: Ela mungkin tidak mampu memaksa Adam karena takut ditinggalkan suaminya tersebut. Sebab, di foto tersebut Adam tampak sangat keren. Ganteng. Gagah. Atletis. Kalau dimirip-miripkan dengan artis kira-kira 11:12 dengan Andre Taulani. Tampaknya itu pula penyebab Ela selama ini membiarkan Adam menjadi pengangguran abadi. Akhirnya Ela memutuskan sengaja mengurangi jumlah kulakannya. Disesuaikan dengan tenaganya. Tentu saja fakta ini berhubungan dengan pendapatan bulanan yang juga ikut mengecil. Nah, rupanya inilah yang akhirnya disadari Adam. Walau awalnya terkesan ogah-ogahan, lambat laun Adam bersedia menemani Ela kulakan ke Jakarta. Dari sebulan sekali, kini mereka bisa kulakan ke Jakarta dua minggu sekali. Ela mengaku sangat bangga Adam bisa membantunya bekerja. Pendapatan mereka pun berkembang sangat pesat. Ela bahkan mampu membuka toko utama dengan luasan yang lebih besar di dekat rumah. Dia membeli tiga rumah tetangga dan membangunnya menjadi toko yang cukup megah. Beberapa toko di daerah dia jual dan dijadikan satu dengan toko di dekat rumah. “Lebih mudah diawasi,” itu alasan utama Ela memerger beberapa tokonya. Yang membanggakan Ela, beberapa kali Adam sudah bisa dilepas sendiri untuk berangkat sendiri ke Jakarta. Bisnis pun semakin berkembang. Dapat dikatakan Adam berubah menjadi pebisnis ulet. Seiring perjalanan waktu, Ela merasakan ada kejanggalan. Dia hanya menerima laporan keuangan dari Adam tanpa ditunjuki materi uangnya. Alasan Adam, demi kepraktisan. (jos, ersambung)  

Sumber: