Cintanya Berkobar dan Padam di Tanah Rencong, Aceh (5)

Cintanya Berkobar dan Padam di Tanah Rencong, Aceh (5)

Karman terkejut dan tiba-tiba berdiri.  Dipandanginya Andung lekat-lekat. “Jangan dekat-dekat. Nanti Adik tertular. Agak menjauh,” kata Karman lirih, Andung tak peduli. Andung bahkan mulai berani memeluk erat tubuh lelaki di depannya. Suaminya. Karman. Hatinya sempat menangis mendengar semua itu. Dadanya sesak karena selama itu tidak menghirauannya. Karman membalas pelukan itu. Maka, jebollah bibir Andung. Dia berondongkan sejuta tanya, ”Kenapa Kak Karman selama ini begitu dingin kepadaku? Kau bahkan tak pernah mau menyentuh walaupun sekadar menjabat tanganku? Bukankah aku ini istrimu? Bukankah aku telah halal buatmu? Lalu, mengapa Kak Karman jadikan aku sebagai patung perhiasan kamarmu? Apa artinya diriku bagimu Kak? Apa artinya aku bagimu,  Kak? Kalau kau tidak mencintaiku, lantas mengapa kau menikahiku? Mengapa Kak? Mengapa?” rintih Andung lirih di sela isak tangis yang tak bisa kutahan. Tak ada reaksi apa pun dari Karman menanggapi kegalauan hati Andung dalam tangis yang tersedu itu. Yang nampak adalah dia memperbaiki posisi duduknya dan melirik jam yang menempel di dinding kamar kami. Hingga akhirnya dia mendekatiku dan perlahan berujar padaku, ”Dek, jangan kau pernah bertanya kepada Kakak tentang perasaan ini padamu. Karena, sesungguhnya Kakak begitu sangat mencintaimu. Tetapi, tanyakanlah semua itu kepada dirimu sendiri. Apakah saat ini telah ada cinta di hatimu untuk Kakak?” Setelah mengambil napas panjang, Karman menambahkan, “Kakak tahu dan yakin pasti suatu saat kau akan bertanya mengapa sikap Kakak selama ini begitu dingin kepadamu. Sebelumnya Kakak minta maaf bila semuanya baru Kakak kabarkan malam ini. Kau mau tanyakan apa maksud Kakak sebenarnya dengan semua ini?” “Iya tolong jelaskan kepada saya Kak, mengapa Kakak begitu tega melakukan ini kepada saya? Tolong jelaskan Kak?” ujarku menimpali tutur Kak Karman. “Hmmm, Dek kau tahu apa itu pelacur? Dan apa pekerjaan seorang pelacur? Dalam pemahaman Kakak, seorang pelacur itu adalah wanita penghibur yang kerjanya melayani para lelaki hidung belang untuk mendapatkan materi tanpa peduli apakah di hatinya ada cinta untuk lelaki itu. Bahkan, seorang pelacur terkadang harus meneteskan air mata mana kala dia harus melayani nafsu lelaki yang tidak dicintai.” Berhenti sejenak, Karman menatap tajam mata Andung. Dia melanjutkan, “Bahkan dia sendiri tidak merasakan kesenangan dari apa yang sedang terjadi saat itu. Kakak tidak ingin hal itu terjadi kepadamu. Kau istriku Dek, betapa bejatnya Kakak ketika harus memaksamu melayani Kakak dengan paksaan saat malam pertama pernikahan kita? Sedangkan di hatimu tak ada cinta sama sekali buat Kakak. Alangkah berdosanya Kakak, bila pada saat melampiaskan birahi Kakak kepadamu malam itu, sementara yang ada dalam benakmu bukanlah Kakak, tetapi ada lelaki lain. Kau tahu Dek, sehari sebelum pernikahan kita digelar, Kakak sempat datang ke rumahmu untuk memenuhi undangan Bapakmu. Tapi begitu Kakak berada di depan pintu pagar rumahmu, Kakak melihat dengan mata kepala Kakak sendiri kesedihanmu yang kau lampiaskan kepada kekasihmu Andi. Kau ungkapkan kepada Andi bahwa kau tidak mencintai Kakak. Kau ungkapkan kepada Andi bahwa kau hanya akan mencintainya selamanya. Saat itu Kakak merasa bahwa Kakak telah merampas kebahagiaanmu.” (jos, bersambung)    

Sumber: