Pengamat: Pers Berperan Gagalkan Upaya Negara Manipulasi Data
Surabaya, memorandum.co.id - Pengamat hukum, Johan Avie menyebut, pers memiliki peranan penting dalam mengawal tatanan kehidupan. Bahkan berkat pers, peristiwa yang berusaha ditutup-tutupi oleh negara berhasil terungkap. Berdasarkan catatan Pusat Hak Asasi Manusia (Pusham) Surabaya, sepanjang tahun 2022-2023, pers Indonesia telah menggagalkan upaya negara dalam memanipulasi fakta. Setidaknya, terdapat 2 kasus nasional yang berhasil dibongkar oleh insan pers. Yakni, kasus polisi tembak polisi dengan tersangka Ferdy Sambo. Lalu, kasus kecelakaan dengan korban (Hasya) ditetapkan sebagai tersangka. Johan menjelaskan, dalam kasus Sambo misalnya. Peristiwa penembakan terhadap Brigadir Joshua ini sesungguhnya telah terjadi sejak tanggal 8 Juli 2022. Dua hari setelah kejadian, para pelaku mencoba menutupinya. "Namun pada tanggal 11 Juli 2022, pers mulai mengendusnya. Media massa beramai-ramai menuliskan berita dengan judul yang kurang lebih seragam, yaitu kasus polisi tembak polisi di rumah Kadiv Propam Polri," terang Johan, ketua Pusham Surabaya, Kamis (9/2). Saat itu, kata Johan, konstruksi berita di media massa masih seputaran aksi tembak-menembak antarpolisi. Konstruksi manipulatif yang sejak awal coba dibangun oleh Ferdy Sambo dan para koloninya. "Namun hebatnya, pers tidak berhenti bertanya dan terus mengawal kasus ini. Padahal saat itu, Polres Jakarta Selatan dan Polda Metro Jaya telah mengeluarkan keterangan resmi pada 11 Juli 2022 tentang kasus tersebut," tuturnya. "Makin lama, makin banyak kejanggalan yang ditemukan oleh para jurnalis. Makin didalami kejanggalan-kejanggalan itu, makin terungkap pelbagai manipulasi fakta yang coba dibangun oleh seorang jenderal polisi bintang dua," sambungnya. Berangkat dari kegigihan pers mengungkap fakta atas peristiwa tersebut, dinilai Johan menjadi salah satu pemicu Bharada Eliezer mengubah keterangannya di dalam BAP pada 24 Agustus 2022. Ternyata, Brigadir Joshua meninggal bukan karena aksi tembak-menembak, melainkan dibunuh dengan cara ditembak atas perintah Ferdy Sambo. Johan menambahkan, kebohongan kedua yang berhasil diungkap oleh media massa adalah kasus Hasya, korban kecelakaan yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka oleh polisi. Seperti diketahui, Hasya merupakan seorang mahasiswa UI yang meninggal dunia akibat ditabrak oleh mobil pada 6 Oktober 2022. Pengendara mobil itu adalah seorang purnawirawan polisi berpangkat AKBP. Lalu, pada tanggal 7 Oktober 2022, laporan polisi dibuat oleh polisi sendiri dengan konsep laporan model A. Sejak Oktober-Desember 2022, polisi melakukan Penyidikan. Kemudian pada tanggal 16 Januari 2022, keluarga korban mendapatkan SP2HP yang isinya menyebutkan bahwa Hasya ditetapkan sebagai tersangka. LP 585 dihentikan dengan alasan tersangka meninggal dunia. "Sejauh pengamatan Pusham Surabaya, kasus ini mulai mencuat ke media massa di antara tanggal 23-25 Januari 2023. Gencarnya pemberitaan di media massa inilah yang kemudian memaksa Polda Metro Jaya untuk menggelar konferensi pers pada 27 Januari," kata Johan. Saat itu, tambah Johan, Polda Metro Jaya membenarkan skenario penetapan tersangka terhadap Hasya. Akan tetapi, pers tiada henti-hentinya mengungkap kejanggalan-kejanggalan. Termasuk menyuarakan aspirasi dari keluarga Hasya. "Hasilnya, pada 7 Februari, Polda Metro Jaya menyatakan secara resmi bahwa status tersangka atas Hasya dicabut. Bahkan, Polda Metro Jaya juga menyatakan bahwa terdapat kesalahan prosedur di dalam tahap penyidikan, dan meminta maaf secara resmi kepada keluarga Hasya. Pers kembali menjadi pahlawannya," terang Johan. Menurut alumnus FH Unair ini, dua kasus tersebut merupakan contoh nyata tentang pentingnya peran pers di dalam mendukung proses penegakan hukum yang berkeadilan. "Tentu ada banyak kasus lain yang juga berhasil diungkap oleh insan pers, namun 2 kasus di atas setidaknya dapat menjadi contoh bagaimana pers dapat menggagalkan upaya negara memanipulasi fakta," ucapnya. Pusham Surabaya berharap, peringatan Hari Pers Nasional (HPN) 2023 menjadi momentum semangat perjuangan pers dalam melawan ketidakadilan, menyuarakan kelompok peripheral, dan mengungkap kebenaran. "Selamat Hari Pers Nasional! Eureka! Eureka!" tuntas Johan. (bin)
Sumber: