Cinta Buta Menyatukan Wiwied dengan Lelaki Ambyar (2)
Miskan tidak pernah berubah. Dia bahkan sempat menjadi muncikari dan punya wisma di kawasan Jarak. Dia juga memiliki usaha bank thithil dan omzetnya amat besar. “Saya tahu itu. Tapi bagaimana lagi, saya sangat mencintainya,” tegas Wiwied. Secara ekonomi, kehidupan keluarga Miskan-Wiwied memangg sempat berlebih. Tapi, hanya sampai sekitar 3-4 tahun lalu. Miskan dan beberapa anak buahnya diringkus polisi. Mereka dijebloskan ke penjara. Kebejatan Mikan semakin terasa setelah lelaki tersebut keluar dari penjara. Bukan hanya perempuan liar di luar sana yang dia makan. Putri sulungnya pun diembat. Hal ini diketahui Wiwied dar i pengakuan anaknya. “Anak sulung saya dipaksa melakukan itu ketika saya sedang sibuk di warung. Ia diancam akan dibunuh bila menolak dan menceritakannya kepada siapa pun. Tapi, dia nekat bercerita ke saya,” kisah Wiwied, yang mulai meneteskan air mata. Pandangan matanya kosong. Begitu kebejatannya diketahui istri, kini bukan cuma anak sulung yang diancam bunuh. Sang istri juga. Sampai beberapa waktu berlalu, kejadian menyakitkan ini masih tersimpan rapi. Hanya keluarga yang tahu. Sejak Miskan ketahuan semakin ngawur melampiaskan hawa nafsu, Wiwied takut. Dia khawatir anak-anaknya yang lain diembat juga. Wiwied seperti menghadapi buah simalakama: kalau lapor polisi, suami pasti dipenara; kalau tidak lapor, takut anak kedua dan ketiganya jadi korban. Setelah memikirkan untung ruginya, Wiwied akhirnya mengambil jalan tengah. Dia menjauhkan anak-anak dari rumah. Si sulung yang sudah tamat SMA bakal dititipkan bekerja kepada temannya yang punya usaha pengolahan daging ayam, yang nomor dua (lulus SMP) dan nomor tiga (lulus SD) dimasukkan pondok pesantren. Dengan begitu anak-anak diharapkan bisa jauh dari terkaman ayah mereka. “Aku bertekad: meski sering sendirian di rumah, asal anak-anak bisa diselamatkan,” kata Wiwied. Sejak itu Wiwied tidak lagi didera perasaan waswas memikirkan anak-anak dan bisa fokus membesarkan warungnya. Sebab, Miskan tidak lagi bisa diharapkan. Kerjanya hanya lontang-lantung bersama teman-temannya. Memang kadang Wiwied menemukan uang dalam jumlah besar di saku baju atau celana Miskan. Tapi, dia tidak berani mengambilnya atau memanfaatkan untuk kebutuhan. Sebab, suatu saat hal itu pernah dia lakukan dan ketahuan Miskan. Apa yang lantas terjadi? Wiwied dituding macam-macam. Tidak hanya itu, Wiwied juga ditampar dan didorong hingga terjengkang di lantai dapur. Wiwied sudah kapok. Dia bertekad cari duit sendiri untuk memenuhi kebutuhan diri dan anak-anaknya yang di pondok. Beruntung anak sulungnya mengerti beban berat ibunya dan rela menyisihkan pendapatannya yang tidak seberapa. (jos, bersambung)
Sumber: