Dipaksa Lahirkan Putra Mahkota Penerus Bisnis Keluarga (2)
Harapan untuk mendapatkan keturunan laki-laki sudah ditanamkan sejak awal. Dan, harapan itu semakin kuat setelah ada pakde Manan dari Mandya, India, yang meramalkan Tina punya bibit keturunan laki-laki. “Kuat seperti Bima,” katanya. Benar. Beberapa bulan kemudian Tina hamil. Sejak itu dia diperlakukan bak seorang putri. Segala kebutuhan dipenuhi tanpa perempuan ini harus melangkah. Tinggal berucap “au”, maka au sudah terhidang di depan Tina. Pada usia kehamilan ketiga, keluarga berinisiatif memeriksakan jenis kelamin si janin. Fakta ini sempat membuat dag-dig-dug hati Tina. Dia khawatir fakta yang ada berlawanan dengan keinginan keluarga. “Ketika dibawa masuk ruang pemeriksaan, aku merasa seperti narapidana dibawa ke ruang eksekusi hukuman mati,” kata Tina, yang lantas lama terdiam. Lama. Sepertinya dia terbawa bayangan atas apa yang dia ucapkan. Ketakutan semakin memuncak ketika dokter menempelkan detector USG ke perut Tina. Cahaya beberapa lampu yang tersorot ke arahnya dirasakan Tina bak moncong bedil mengarah ke jantungnya. Hasil USG menunjukkan calon bayi Tina ternyata perempuan. Ini di luar dugaan. Fakta yang menyakitkan dan berdampak sangat besar terhadap sikap keluarga Manan. Tina yang sebelumnya diperlakukan bak princes kini berbalik arah diperlakukan bak asisten rumah tangga. Untung kejadian tersebut tidak berlangsung lama. Cuma sekitar satu setengah tahun. Sebab, beberapa bulan setelah kelahiran sang bayi, Tina hamil anak kedua. “Kali ini aku tak mau menyerah,” tekad Tina. Karena takut kejadian serupa terulang, Tina mencoba menanamkan mindset baru di benak suaminya. Dia memberikan pengertian bahwa pewaris tahta tidak harus lelaki. Mitos yang dipercaya keluarganya sudah tidak cocok diterapkan di zaman milenial. Buktinya, banyak bermunculan Srikandi pembangunan pada zaman ini. Contohnya Khofifah Indar Parawansa yang jadi gubernur Jawa Timur, Tri Rismaharini yang dipercaya jadi menteri sosial, Sri Mulyani yang menteri keuangan, dll, dsb, dst… Mendengar itu, Manan terdiam. Sepertinya lelaki itu mulai mencerna pendapat istrinya. Harapan Tina membesar tatkala pada suatu malam dia mendengar Manan berdebat tentang pendapatnya dengan ibu mertua. “Ibu lihat, faktanya kecerdasan Atik (anak tetangga, red) lebih membanggakan daripada kakak-kakaknya? Mereka tidak ada apa-apanya dibandingkan Atik!” kata Manan keras. Bahkan, lanjutnya, “Kalau dibanding Mbak Nia (kakak kandung Manan, red), aku tidak ada artinya sama sekali. Makanya, sejak awal aku menyatakan rela apabila kerajaan bisnis keluarga dipegang Mbak Nia. Bukan aku yang bodoh ini.” (jos, bersambung)
Sumber: