Pergoki Istri Dalam Pelukan Wedus Gibas di Atas Motor
Yuli Setyo Budi, Surabaya Ternyata Wedus Gibas-lah yang ditelepon oleh Eli. Dia menginformasikan bahwa dompetnya ketinggalan di jok motor. Eli khawatir dompet itu diambil oleh orang yang tidak bertanggung jawab. Padahal, selain uang, di dalamnya ada surat-surat penting. Ferry yang sempat curiga jadi ngeper. Sejak itu dia tak mau lagi termakan pikiran curiga terhadap istrinya atau siapa pun. Meski tah, dia pernah melihat Wedus Gibas keluar dari rumahnya bersama Eli. Ferry berpikir: pasti mereka ada urusan tertentu. Tak eloknya, frekuensi kedatangan Wedus Gibas untuk menemui Eli kok makin intens? Dan, tidak satu pun pertemuan itu sepengetahuan Ferry sebelumnya. Dia pasti baru tahu belakangan. Kenyataan-kenyataan ini lambat laun memudarkan kepercayaannya. Terutama setelah kejadian malam itu. Ferry yang mendapat tugas ke luar kota terpaksa balik lebih awal karena ada kabar ibunya masuk rumah sakit. Begitu sampai rumah sekitar pukul 2345, dia memergoki Wedus Gibas sedang menstarter motor bututnya di halaman rumah, sebelum lelaki itu hilang ditelan gelap malam. Eli masih termangu di bawah mistar kusen pintu. Kali ini alasan apa lagi yang bakal disampaikan Eli? “Kukira Sampeyan tidak kembali malam ini. Tugasnya kan sampai lusa? Makanya aku panggil dia (Wedus Gibas, red) kemari. Mulai kemarin tercium bau busuk di kamar. Ternyata bangkai tikus. Tergeletak di bawah tempat tidur,” kata Eli. Ferry pun memeriksa kamar dan mencari-cari sisa bau busuk bangkai. Ternyata hidungnya tak menangkap bau tersebut. Setipis apa pun. Ferry malah membaui apek keringat Eli bercampu apek-apek yang lain. Juga, sprei tempat tidur yang awut-awutan. Ferry juga tidak yakin kamarnya kemasukan tikus. Tidak mungkin kamar sebersih itu dijadikan lalu lalang hewan menjijikkan musuh si gajah. Apalagi dikatakan ada bangkai tikus? Benar-benar tidak masuk akal. Nggedabrus ubrus-ubrus. Tanpa alasan jelas, beberapa hari kemudian Ferry setengah memaksa Eli pindah kontrakan lagi. Kali ini dadakan, setelah sebelumnya diam-diam Ferry mengambil HP istrinya dan menjual HP tersebut kepada temannya. Anehnya, Eli diam saja. Dia tidak prekak-prekak seperti biasanya tiap kehilangan sesuatu. Eli juga tidak complain atas ajakan pindah kontrakan yang disampaikan Ferry. Pokoknya Eli berlagak seperti wanita saliha yang samikna wa’atokna terhadap apa pun kata suami. Di rumah baru, Eli juga tidak memperlihatkan perubahan sikap. Apa pun. Semua sama seperti yang dulu. Demikian pula ketika Ferry mengajaknya kembali pindah rumah setelah suaminya itu memergoki dirinya sarapan pagi bersama Wedus Gibas di trotoar Jalan Urip Sumoharjo. “Tak rasak-rasakno Eli koyok wong pedot (saraf malunya, red). Tidak punya malu sama sekali. Kalau dimarahi, dia lebih banyak diam. Hanya sesekali dia mengaku salah. Tapi tidak pakai minta maaf,” kata Ferry. Yang menjengkelkan, Eli tidak pernah jera untuk melakukan hal yang sama. Sudah empat kali Ferry memaafkan istrinya dengan kesalahan yang sama. Tapi, sebanyak itu pula Eli mengulang-ulang kesalahan yang sama tadi. “Terakhir aku mengancam dia akan menceraikan dia bila melakukan kesalahan yang sama. Apa tanggapan dia? Minta maaf dan berjanji tidak akan mengulangi lagi. Faktanya? Kesalahan serupa selalu dan selalu diulang,” imbuh Ferry. Yang terakhir, Ferry memergoki Eli berada di pelukan Wedus Gibas di Pantai Ria Kenjeran. Mereka duduk di atas jok motor butut si Wedus Gibas menghadap Selat Madura. Di bawah temaram bulan semipurnama. (habis)
Sumber: