Peradi Malang Kritisi RKUHP
Malang, Memorandum.co.id - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Advokad Indonesia (Peradi) Malang, mengkritisi Rancangan Kitap Undang Undang Hukum Pidana (RKUHP). Pasalnya, dalam RKUHP tersebut, banyak memberikan batasan dan terkesan mengekang kepada salah satu penegak hukum termasuk advokat. Salah satu RKUHP tersebut adalah pasal tentang Contempt of Court. Yakni tentang penghinaan terhadap badan peradilan atau contempt of court. Pasal 281 huruf b mengatur pidana denda Rp 10 juta bagi para pelanggarnya. “Bersikap tak hormat terhadap hakim atau persidangan atau menyerang integritas hakim dalam sidang pengadilan, menjadi bagian yang pelanggaran," tutur Ketua DPC Paradi Malang Dian Aminudin saat seminar nasional 'Advokat dan Contempt of Court' di DOME UMM (Universitas Muhammadiyah Malang), Selasa (26/11/2019).[penci_related_posts dis_pview="no" dis_pdate="no" title="baca juga" background="" border="" thumbright="no" number="4" style="list" align="left" withids="" displayby="tag" orderby="rand"] Menurutnya, pada pasal tersebut tidak dijabarkan secara terang pada bagian penjelasan sehingga menimbulkan penafsiran. Selain itu menurutnya, mengkritisi hakim bersikap memihak atau tidak jujur mestinya sah. Ditambahkan, selain mengundang para advokat, sejumlah mahasiwa fakultas hukum dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia juga dihadirkan karena para mahasiswa juga menjadi salah satu calon penegak hukum pada jenjang kedepan. "Ini merupakan bagian dari tanggung jawab dan kepedulian kami dalam pengembangan keilmuan. Sosialisasi ini, bisa menambah wawasan bagi para peserta mahasiwa hukum pengetahuan termasuk bagi para akademisi," lanjutnya. Ketua pelaksana seminar, Sidik Sunaryo yang juga Dosen Fakultas Hukum UMM menjelaskan seminar nasional ini akan memberikan pemahaman konsep pengaduan para advokat untuk pengetahuan para mahasiwa hukum. "Ini bagian dari sosialisasi pemahaman tentang hukum bagi mahasiwa fakultas hukum Diharapkan, dari seminar ini nantinya menghasilkan usulan dan rekomendasi yang bisa diajukan ke pemerintah atau penentu kebijakan," lanjutnya. Sementara itu, Ketua Dewan Pembina Dewan Pimpnan Nasional (DPN) Peradi Otto Hasibuan menjelaskan saat ini belum waktunya untuk pemberlakuan. Hal bisa dilakukan jika semua pihak telah memiliki kemuliaan. "Pemberlakuan Contempt of Court harus dilakukan di waktu yang tepat. Harus sudah tercipta kemulyaan pengadilan dan hakim kemuliaan advokat dan masyarakat sudah melek hukum," katanya. (cr-3/gus)
Sumber: