Jatim Masih Banjir Bukti Penanganan Sungai Tak Maksimal
Surabaya, memorandum.co.id - Bencana banjir di Jatim karena beragam persoalan. Salah satunya pendangkalan hingga jebolnya tanggul sungai. Kondisi ini terjadi karena pemeliharaan sungai kurang maksimal. Anggota Komisi D asal Fraksi Gerindra DPRD Jatim, Hidayat mengkritik kurang maksimal penanganan sungai oleh Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Jatim. Akibatnya muncul kasus banjir Malang Selatan, Blitar Selatan, Tulungagung, Banyuwangi, Jember, Pasuruan, Trenggalek, Ngawi dan Pacitan. Hidayat mengatakan, banyaknya juga sawah gagal panen dan jalan rusak karena banjir. “Menunjukkan pula bahwa ada perencanaan pembangunan yang harus dievaluasi,” terang Hidayat. Perencanaan anggaran Bappeda belum menempatkan persoalan pemeliharaan dan pengelolaan sumber daya air sebagai program prioritas. Dari tiga dinas pekerjaan umum, yakni bina marga, pemukiman, dan sumber daya air masih terlalu timpang jauhnya. "Kalau lihat persentasenya dari anggaran dari empat dinas, yang paling ektra bina marga," ujar Hidayat. Hidayat juga melihat kondisi semacam ini, tampak Kurangnya sinergitas Bappeda Jatim dengam kota dan kabupaten. "Pemprop melalui Bappeda kurang melakukan koordinasi dengan Kota Kabupaten dan BBWS terkiat banjir dan longsor. Sehingga Bappeda tidak bisa melalukan penganggaran yang maksimal untuk pripritas bencana banjir yang sebenarnya bisa diantisipasi jauh hari dengan penganggaran yang sesuai," tegas pria Mojokerto ini. Sementara itu, anggota komisi D asal Fraksi Gerindra lainnya, Satib menyebutkan, anggaran PU Pengairan masih tergolong kecil. Sementara, banyak sungai yang membutuhkan normalisasi. Beberapa bencana di Jatim, seperti banjir disebabkan oleh kerusakan sungai. "Sumber daya air kapan hari menyodorkan anggaran Rp 1,5 triliun dengan harapan sungai kritis bisa dipelihara dengan baik. Tapi di 2023 hanya dapat Rp 300 miliar, lingkungan hidup Rp 44 miliar, dishub Rp 279 miliar tapi ini tidak langsung terkait banjir dan longsor," kata Satib. Dinas PU Bina Marga Jatim memang mendapat anggaran cukup besar mencapai Rp 1,1 triliun. Karena berkaitan dengan usia jalan banyak yang sudah habis pada 2023. Namun, Satib menilai, harusnya Dinas PU Sumber Daya Air Jatim juga mendapatkan prioritas anggaran. Mengingat pengelolaan sumber daya air tetap menjadi hal yang penting dalam penanganan longsor dan banjir. "Ini tentu kita kritik Bappeda yang dalam implementasi di lapangan kurang ada sinergitas dan menempatkan prioritas bukan yang langsung terkait persoalan banjir dan longsor," katanya. Bappeda sebagai otak perencanaan pembangunan lanjutnya harusnya melakukan koordinasi dengan Oraganiasai Perangkat Daerah (OPD) dan lembaga pemerintah lainnya dalam rangka melaksanakan antisipasi bencana. "Jangan hanya koordinasi dalam penanganan bencananya saja, tapi yg paling penting adalah antisipasinya. Kita tahu kalau musim hujan sering terjadi banjir. Ini harus kita lihat secara menyeluruh penyebabnya, seperti apa kondisi lingkungan yg terjadi di hulu?," jelasnya. Sedangkan Ferdians Reza Alvis, anggota komisi D yang juga berasal dari Fraksi Gerindra mengungkapkan harus ada perubahan paradigma dalam melihat peran pengelolaan sumber daya air. "Bagaimana menempatkan pengelolaan sumber daya air itu menjadi potensi dan harus banyak kegiatan sifatnya antisipasi program penanganan sungai, misalnya pengerukan sungai, normalisasi, pembangunan penahan air, dan sebagainya," katanya. Alvis meminta Bappeda melakukan evaluasi kritis apa yang disusun mengenai persoalan hari ini. "Ini menjadi penting di lakukan oleh Bappeda. Persoalan bencana alam banjir harus segera diantisipasi. Bappeda harus jeli dalam menentukan anggaran. Jangan hanya copy paste saja tanpa melihat kondisi lapangan yang ada yang diketahui OPD OPD terkait," tegas pria asli Blitar ini. (day)
Sumber: