Cegah Prostitusi Terselubung, Pemkot Harus Rajin Sidak ke Eks Lokalisasi

Cegah Prostitusi Terselubung, Pemkot Harus Rajin Sidak ke Eks Lokalisasi

Suasana malam hari di eks Lokalisasi Dolly Surabaya, memorandum.co.id - Prostitusi terselubung tetap beroperasi di eks lokalisasi Dolly dan Jarak Surabaya. Mereka sangat rapi dan menggunakan aplikasi WhatsApp dan michat untuk menjaring pria hidung belang. Bahkan, PSK melayani pria hidung belang di rumah kos. Prostitusi tersebut rawan tertular penyakit HIV/AIDS dan sulit terdeteksi. Perlu diaktifkan kembali KPA-KPA di eks lokalisasi terbesar di Asia Tenggara itu untuk mendeteksi PSK. Selain itu juga Pemkot Surabaya harus lebih pro aktif sidak ke rumah kos yang ada di sekitar. Mantan komisi penanggulangan HIV/Aids (KPA), Kusworo mengatakan, ketika eks lokalisasi Dolly masih beroperasi, meski tidak melihat langsung, tapi mendengar dari teman-temannya bahwa Dolly hingga kini masih beroperasi secara terselubung. Sebagai mantan anggota komisi penanggulangan HIV/AIDS, Kusworo mengatakan sangat berbahaya karena semenjak ditutup tidak bisa mengontrol lagi penghuni PSK lagi. Sementara penyakit itu tidak bisa disamakan  dengan penyakit lain pada umumnya. Menurutnya, penyakit lain nampak sedangkan HIV/AIDD susah terdeteksi. Baru nampak ketika penyakit menular itu saat penderita sudah parah. Seperti contoh penderita bibir pecah-pecah. Bila PSK memakai lisptik akhirnya tidak terlihat. Untuk itu perlu diperhatikan oleh Dinas Kesehatan Kota Surabaya. Tidak hanya puskesmas dan bagaimana menghidupkan kembali KPA-KPA guna memantau. Apalagi di era digitalisasi sekarang, para PSK memanfaatkan michat untuk transaksi di wilayah eks lokalisasi dan menggunakan rumah kos untuk melayani pria hidung belang. Kos-kosan bukan hanya di eks lokalisasi Dolly dan di Jarak, tapi juga di wilayah lain di Surabaya. Kejadian itu, pernah dialami Kusworo di daerah Kupang Krajan. Ketika iseng buka michat, ternyata PSK menawarkan bisa main di rumah kos. Mengetahui itu, Kusworo langsung mengecek ke rumah kos PSK dan langsung mengusirnya. Maka dari itu, bila ketua RT dan RW yang gaptek digital akhirnya susah mendeteksi di wilayahnya apakah ada PSK di eks lokalisasi. Kusworo meminta kepada Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya dalam hal ini harus pro aktif melakukan sidak rumah kos di baik di eks lokalisasi Dolly dan Jarak sekitarnya. Karena rumah kos pemiliknya ada juga yang menawarkan harian. "Karena rumah kos bebas yang dijadikan prostitusi terselubung tempat penularan HIV/AIDS," ujarnya. Menurut Kusworo sekarang susah juga karena bully, ketika ketua RT menggerebek rumah kos dan divideo menggunakan HP diproses hukum, ditangkap ini bisa menghambat pencegahan bagi pengurus kampung terkait masalah ini meski tujuannya baik. Pengurus kampung bisa dijerat UU ITE, persekusi. Untuk itu, Kusworo berharap penegak perda, meskipun juga peraturan tidak ada di perda harus tegas menegakkan peraturan. Termasuk memperjelas aturan hukum adat di perda. "Supaya tidak ada rumah kos yang dijadikan untuk seks bebas," imbaunya. Dengan adanya penutupan eks lokalisasi Dolly dan Jarak, para PSK membludak keluar lalu beralih ke rumah kos. Dan beroperasi secara online. Untuk menanggulangi prostitusi di eks lokalisasi Dolly/Jarak, pemerintah harus aktif melakukan pemantauan dan tidak hanya menunggu informasi. Untuk membongkar dan menangkap pelaku prostitusi terselubung di eks lokalisasi perlu adanya pembuktian. Kemudian setelah ditangkap juga harus dikupas tuntas sampai ke akar-akarnya. "Forkopimcam harus bergerak memantau. Karena menurut saya petugas kecamatan, kelurahan juga bingung cara mengatasinya. Karena ini juga urusan perut," tandas Kusworo. (rio)

Sumber: