Dewan Minta Pemkot Sisir Warung Pangku dan Miras
Komisi A bersama jajaran kelurahan, kecamatan, dan Satpol PP Kota Surabaya melakukan penyegelan. Surabaya, memorandum.co.id –Sebanyak empat warung karaoke dan kopi pangku yang menjajakan minuman keras (miras) tak berizin di Jalan Klumprik PDAM, Kelurahan Balas Klumprik, Kecamatan Wiyung, disegel Pemerintah Kota (pemkot) Surabaya melalui jajaran satpol PP. Selain menjual miras, empat warung milik warga luar Surabaya tersebut diketahui juga menyediakan pemandu lagu yang dapat dipangku oleh pengunjung yang datang. Komisi A DPRD Surabaya turut menyaksikan penyegelan tersebut, Sabtu (27/11/2022) siang. Hadir pula jajaran kelurahan, kecamatan, dan Satpol PP Surabaya. Berangkat dari adanya temuan ini, legislatif mendesak pemkot agar proaktif menyisir. Terutama menindak praktik-praktik prostitusi berkedok warung kopi, praktik penjualan miras tak berizin, dan semacamnya di wilayah pinggiran kota. “Komisi A bersama camat Wiyung, lurah Balas Klumprik, dan Satpol PP Kota Surabaya menemukan tempat-tempat yang digunakan untuk warung kopi tapi melakukan pelanggaran, yaitu menjual minuman keras kemudian ada rumah musiknya seperti karaoke dan menyediakan LC (pemandu lagu, red). Orang-orang menyebutnya warung kopi pangku,” jelas anggota Komisi A DPRD Surabaya Imam Syafi’i, Ahad (27/11/2022). Imam mengungkapkan bahwa empat warung tersebut disegel lantaran melanggar Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat sebagaimana telah diubah ke Perda Nomor 2 Tahun 2020. Yakni, selain tak mengantongi izin juga mengganggu kenyamanan warga sekitar. “Usaha tersebut melanggar perda trantibum, karena selain tak mengantongi izin juga mengganggu. Musiknya sangat keras dan bikin bising. Saat ini sudah disegel oleh Satpol PP Kota Surabaya,” jelas Imam. Ke depan, pihaknya meminta pemkot semakin gencar menindak jenis pelanggaran serupa. Terlebih, masih marak praktik-praktik serupa di pinggiran kota. Tidak kalah penting, selain disisir juga perlu ditindak tegas dengan dikenai sanksi pidana. Komisi A berharap jajaran kepolisian dapat melakukan pengusutan lebih jauh. “Kita minta pemkot terus gencar melakukan razia. Apalagi di wilayah Surabaya Barat dan wilayah pinggiran Kota Surabaya selama ini sering menjadi lokasi untuk praktik semacam itu,” kata politisi NasDem ini. “Karena itu, selain terus disisir juga harus ditindak tegas. Mengingat sebatas melanggar sampai perda, maka cuma dikenai tipiring. Paling dendanya Rp100 ribu. Makanya kita berharap aparat kepolisian dalam kasus-kasus seperti ini juga menjajaki kemungkinan adanya delik pidana, supaya mereka kapok dan jera. Kalau didenda Rp100 ribu kurang membuat jera, yang lain bisa mengulangi,” sambungnya. Diketahui, empat warung kopi pangku tersebut berdiri di atas tanah milik negara. Statusnya fasilitas umum (fasum) atau tanah desa. Mereka menyewa ke oknum warga sekitar. Setiap warung merogoh kocek Rp1,350 juta per bulan. Sudah termasuk listrik Rp250 ribu dan buka portal Rp100 ribu. Adapun empat warung kopi pangku tersebut beroperasi mulai pukul 11.00-17.00. Perempuan-perempuan seksi yang dipekerjakan merupakan buangan dari warung di Jurang Kuping. Yang sebelumnya sudah ditertibkan lebih dulu oleh jajaran kecamatan. “Jadi ini bukan warung remang-remang, karena mereka buka mulai siang sampai sore. Sedangkan yang melakukan usaha di situ orang luar Surabaya, yang datang juga dari orang luar, lalu pemandu lagunya, cewek-ceweknya itu buangan dari Jurang Kuping. Karena diobrak, mereka pindah ke situ,” beber Imam. Imam mengklaim, sementara ini belum ditemukan adanya prostitusi atau jasa esek-esek. Hanya sebatas kopi pangku. Menemani nyanyi sambil mangku. “Sejatinya, adanya bangunan warung tersebut niatnya baik. Didirikan untuk dimanfaatkan pemberdayaan masyarakat, menampung pelaku UMKM. Tetapi karena sewanya Rp1 juta tersebut, maka warga merasa terlalu tinggi dan mahal. Akhirnya beberapa warung nganggur tidak terpakai, yang ini kemudian dimanfaatkan oleh orang luar, karena mungkin ada yang menawari, sehingga supaya laku tercetus ide dibuatkan untuk usaha seperti itu,” tandas dia. Sementara itu, hal yang sama diutarakan anggota Komisi A DPRD Surabaya Fatkur Rohman. Dia meminta temuan tersebut menjadi atensi serius Pemkot Surabaya. Dia menilai, penjualan miras berkedok toko kelontong atau kafe sederhana serta jelas-jelas berdekatan dengan perkampungan sangat aneh bisa terjadi. “Kami meminta ini menjadi perhatian serius. Harus ada investigasi dari aparat hukum agar menjadi efek jera dan agar warga memiliki keberanian melaporkan jika terjadi kejadian serupa di tempat lain,” tegasnya. Di samping itu, politisi PKS ini juga menyoroti miras yang dapat menjadi problem moral bagi generasi muda. Tidak hanya itu, miras juga bisa berdampak dan berujung pada tindakan kejahatan yang lain. “Jangan sampai pelaku hanya pindah ke tempat lain. Harus ada ketegasan langkah dari pemkot agar ini tidak terjadi lagi. Misalnya, wali kota membuat statemen atau edaran ke seluruh camat dan lurah agar betul-betul mewaspadai modus serupa,” desaknya. “Satpol PP kelurahan juga bisa secara berkala melakukan razia di tempat-tempat yang disinyalir menjadi tempat terselubung jual beli miras. Koordinasi dan pelibatan bakesbangpol dalam rangka melakukan mapping potensi kejadian sangat tepat sebagai langkah antisipasi. Apalagi ini jelang tutup akhir tahun,” tambah Wakil Ketua Fraksi PKS DPRD Surabaya ini. (bin)
Sumber: