BNPT Gelar Dialog Kebangsaan dan Resmikan Warung NKRI

BNPT Gelar Dialog Kebangsaan dan Resmikan Warung NKRI

Surabaya, Memorandum.co.id - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Indonesia mengelar dialog kebangsaan dan peresmian WARUNG NKRI (Wadah Akur Rukun Usaha Nurani Gelorakan Negara Kesatuan Republik Indonesia), di Warung Dulang Jalan Ketintang Baru, Sabtu (29/10). Dialog dengan tema "Sinergi Bangun Masa Depan Indonesia Maju dan Harmoni" di hadiri langsung Kepala BNPT RI Komjenpol Boy Rafli Amar. Selain itu juga menghadirkan narasumber, yakni Wakil Gubernur Provinsi Jawa Timur Dr. H. Emil Elestianto Dardak; Pengusaha dan Birokrat  Mantan Menteri BUMN/Mantan CEO Surat Kabar Prof. Dahlan Iskan; Ketua Umum Asosiasi Media Siber Indonesia/ Ketua Harian Komite Komunikasi Digital Prov Jatim) Arief Rachman, dan Ketua Umum PW GP Ansor Jawa Timur Gus Syafiq Syauqi. Kepala BNPT RI Komjenpol Boy Rafli Amar dalam dialog tersebut dalam mengantisipasi merupakan salah satu upaya penanggulangan radikal terorisme melalui pendekatan lunak (Soft Approach) sebagai bentuk kesiapsiagaan nasional dalam mereduksi paham radikal terorisme. Melakukan penegakan hukum, menangkap berjuang agar bersama dengan seluruh komponen masyarakat. Masyarakat kita yang pertama tidak menjadi bagian dari radikal terorisme yang kedua tentunya. "Masa kita tidak menjadi korban dari kejahatan terorisme," kata Boy. Boy mengungkapkan, Kota Surabaya ini telah merasakan bagaimana aksi teror itu melibatkan kaum perempuan, anak keluarga. Jadi ini adalah sebuah fenomena yang tentunya tidak membahagiakan kita sebagai bangsa Indonesia. "Oleh para leluhur kita yang sebenarnya tidak bersikap seperti itu," ujar Boy Rafli. BNPT RI telah mengidentifikasi ada beberapa karakter ideologi terorisme. Untuk di Indonesia ini karena ini adalah ideologi global. Jadi ini terjadi bukan saja di Indonesia, tapi terjadi juga di hampir 120 negara terkena virus intoleransi radikal terorisme yang pertama kalau di Indonesia dia bertentangan dengan konstitusi negara dan ideologi negara kita pada sinar. Yang kedua bersifat tradisional. Jadi sebenarnya ideologi yang tidak diajarkan oleh para leluhur kita, tetapi sengaja dipenetrasi ke bangsa kita agar bangsa kita ikut dengan apa yang mereka maui. Yang ketiga, dia bersifat intoleran dan eksklusif. "Berbeda dengan ideologi negara kita yang sifatnya toleran dan inklusif, jadi berlawanan dengan karakter ideologi negara kita.Yang berikutnya lagi dia kecenderungannya memanfaatkan narasi agama," jelas Boy. Kalau narasi agama, kata Boy Rafli, awalnya kelihatannya bagus seperti menyampaikan pesan, pesan agama, pesan, pesan, moralitas, tetapi ujungnya menghalalkan kekerasan. Nah ini yang juga sangat berbahaya. Jadi kalau sudah bersetubuh dengan kekerasan, kita harus yakini bahwa itu bukan ajaran agama. Dia membajak nilai nilai agama. "Nah, ini perlu pencerdasan kepada masyarakat sehingga masyarakat kita jangan berpikir wah ini orang," imbuhnya. Menurut Boy, contoh-contoh yang dilihat atau kita lihat dari aksi-aksi kekerasan dengan menghalalkan segala cara, yang dilakukan oleh mereka dan anti kepada umum kemanusiaan termasuk ujung ujungnya tentunya adalah berkaitan dengan masalah mengesahkan, menghalalkan kekerasan ekstrem. Inilah yang menjadi sebuah kondisi yang jauh dari karakter ke Indonesiaan kita, karakter kebangsaan kita, karakter yang diwariskan oleh para leluhur. "Di istilahkan sebagai virus intoleransi radikal terorisme karena kita bersyukur," ucap Boy. Mantan Menteri BUMN/Mantan CEO Surat Kabar Prof. Dahlan Iskan menyampaikan, proses pergantian sesuatu ke yang baru itu negara lemah. Disaat negara lemah unsur-unsur masyarakat menguak dengan segala kekuatannya dan kepentingannya. Dankepentingan-kepentingan inilah yang memanfaatkan masa vakum dan yang berkepentingan, kadang-kadang tidak mau bermain sendiri, tetapi dia mencari pion untuk menjadi pemain. "Begitu Itu hukum kekuasaan, seperti itu yang perlu kita waspadai," kata Dahlan dalam dialognya. Menurut Dahlan, meskipun terjadi mungkin tidak akan lama, seperti kevakuman setelah orde baru. Dan setelah zaman Majapahit atau ketakutan setelah masa penjajahan Belanda dan Eropa. Juga begitu di Asia Timur, begitu di Timur Tengah juga begitu. Masa-masa kewaspadaan kita yang paling tinggi adalah ketika terjadi kevakuman kevakuman seperti itu. Bagi orang seperti saya ancaman paling tinggi yang menakutkan banyak orang, unsur menakutkan banyak orang yang harus kita hilangkan adalah teroris," tutur Dahlan. Tetapi terorisme memang harus dihilangkan karena dampak yang di timbulkan, ketakutan yang meluas dan itu mengganggu pembangunan negara untuk menjadi negara maju paling mengganggu perencanaan kemajuan sebuah negara. (rio)

Sumber: