Ketika Seorang Perempuan Terpaksa Harus Berbagi Suami (4-habis)
Keluarga Murni juga berlaku sangat baik ketika Tini melahirkan. Dia diperlakukan seperti keluarga sendiri oleh Aziz. Sampai suatu saat, pada malam ketika hanya berduaan ketika sang baby sudah tidur, Dolah meminta waktu Tini untuk berkata serius. Sambil merangkul erat sang istri di tempat tidur, Dolah berbisik di telinga kanannya, “Murni menuntut aku memberikan nafkah batin.” Sesuatu yang dikhawatirkan Tini kini sudah hampir nyata di depan mata. Dia tidak mampu membayangkan, apalagi mengizinkan sang suami untuk melakukannya. Spontan Tini membalikkan badan dan diam 1.001 bahasa. Sampai hampir pagi keduanya dicekam kesunyian. Sunyi yang bising. Sunyi yang amat menyakitkan. Waktu seolah berjalan pelan membawa taring-taring tajam dan menggores setiap lubang pori kulit Tini. “Tubuhku seperti terbelah dua. Yang satu milikku, yang satunya lagi menjelma menjadi Mbak Murni,” tutur Tini, yang menambahkan bahwa kedua belah tubuh itu berdialog dalam satu hati. Tak tahu berapa lama, sampai akhirnya Tini tenggelam dalam mimpi setelah matahari sudah membagikan panasnya kepada penduduk bumi. Dalam mimpi itu, belahan tubuh yang menjelma jadi Murni memaksa Sidik untuk menceraikannya. Kala terbangun, Tini merasakan tubuhnya terasa hangat. Seolah ada yang merambat pelan menyusuri buluh-buluh lembut aliran darahnya. Ia menoleh ke arah dada. Ada setangkup tangan menyatu di sana. Dolah merangkulnya sangat erat. Entah mendapat kekuatan dari mana, Tini segera menghadapkan wajahnya ke wajah Dolah. “’Penuhi kebutuhan Mbak Murni. Dia juga istrimu. Seperti aku.’ Nggak tahu, tiba-tiba ada yang memberiku kekuatan untuk mengucapkan itu,” kata Tini. Hari itu juga Dolah ditemani Tini menemui Murni untuk menyampaikan kenyataan yang selama ini masih tersembunyikan. Anak Tini dan Dolah yang baru lahir juga dibawa serta. Tini menyarankan suaminya mengontak Aziz, memberitahukan bahwa dia akan menyampaikan sesuatu yang sangat penting. Sesampai di rumah Aziz, semua anggota keluarga sudah menunggu. Termasuk Murni, karena selama ini Murni memang masih tinggal serumah dengan keluarga besarnya. Tini yang mengira kedatangannya akan mengagetkan Murni ternyata meleset. Murni sudah tahu semua yang akan terjadi. Selama ini dia juga sudah tahu—walau terlambat—bahwa sebenarnya Dolah sudah punya istri. Dia diberi tahu Siti, adiknya. “Maaf Mbak Tini, aku sudah lama membocorkan masalah ini ke Mbak Murni. Aku tak tega bila suatu saat dia mengetahui kenyataan ini secara mendadak atau malah dari orang lain,” kata Siti setelah mereka berkumpul di ruang keluarga. Fakta ini disampaikan ulang Tini dengan kebahagiaan murni yang tidak dibuat-buat. Makan malam bersama menjadi pesta kecil persatuan dan kesatuan rumah tangga Dolah, Tini, dan Murni. Senda gurau dan tawa ceria mewarnai pertemuan malam itu. Tak ada iri dengki atau kesemburuan di sana. “Dulu Mbak Tini sempat hendak minta cerai. Makanya dia minta tolong saya mengurusnya. Tapi, seminggu kemudian dia balik lagi dan mengurugkab niatnya,” kata si pengacara. (jos, habis)
Sumber: