Pelaku Start Up Surabaya: Pendanaan Jadi Faktor Penting untuk Bertahan

Pelaku Start Up Surabaya: Pendanaan Jadi Faktor Penting untuk Bertahan

Surabaya, memorandum.co.id - Sekitar 80-90 persen usaha rintisan (start up) gagal saat memulai usaha. Ada dua penyebabnya. Pertama, karena tidak sesuai dengan kebutuhan pasar. Kedua, kehabisan modal atau pendanaan. Siti Raisya, CMO Kasir Pintar, salah satu pelaku start up asal Surabaya mengakui, dana memang masih menjadi momok bagi start up. Menurutnya, modal atau pendanaan masih menjadi faktor penting untuk keberlangsungan start up ke depan. Menilik data dari 2021 lalu, kekurangan dana nyatanya jadi faktor utama sebuah start up gagal bertahan. Lebih dari sepertiga alasan hilangnya sebuah startup adalah disebabkan urusan pendanaan tidak lancar. "Hal yang basic yang masih sering kita (para pelaku start up) abaikan. Kita gampang keblinger sama ide rintisan kita. Lebih suka ngeyakinin lingkungan sendiri. Padahal belum tentu pemodal mau dan tertarik. Proses pitching itu penting, tapi malah sering diabaikan," ucap Raisya, usai menghadiri East Java Investment Week 2022, Sabtu (1/10). Menurut Raisya, ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh start up untuk meyakinkan para pemilik modal berinvestasi di perusahaan rintisan mereka. Salah satunya, deck yang tepat sasaran. “Nilai estetika dan ketepatan itu sakral kalau urusannya sama deck, harus tetep estetik, tapi bisa dimengerti dan tepat sasaran buat investor," paparnya. "Jangan sampai enak buat dilihat tapi orang nggak ngerti isinya apa," sambungnya. Dia juga menambahkan, ketika deck sudah oke, investor sudah yakin, dan pendanaan sudah ada, maka jangan sampai salah pada langkah selanjutnya. Dia mengamini catatan yang juga menjadi kekhawatiran Presiden Joko Widodo terkait pertumbuhan start up. Yakni, start up sering gagal disebabkan susunan tim. Berdasarkan catatan presiden ketujuh Indonesia itu, ada 23 persen start up yang harus gagal karena susunan tim. Susunan tim dalam sebuah start up menurut Raisya, memang bisa jadi hal yang menyulitkan. “Mungkin karena ini perusahaan rintisan ya, jadi isinya orang yang kita kenal, bukan orang yang kita butuhkan," jelas Raisya. Selain itu, lanjut Raisya, seringkali para founder start up terjebak dalam merdunya kata kekeluargaan, yang terlihat solid, tapi jelas rapuh dalam soal koordinasi. “Kalau asasnya sudah kekeluargaan, itu pasti banyak nggak enaknya. Padahal itu yang jadi awalnya banyak start up gagal," tandas perempuan yang juga jadi salah satu co-founder Kasir Pintar ini. Sejatinya, Indonesia memiliki peluang besar dalam ekonomi digital. Namun, untuk mendorong usaha-usaha rintisan supaya memiliki keberlanjutan, banyak hal perlu disiapkan. Sementara itu, Ketua Asosiasi Ventura untuk Startup Indonesia Eddi Danusaputro menyampaikan, investasi dari investor memang bakal tetap berjalan. Namun valuasi dari start up bakal terkoreksi di masa resesi. Hal ini membuat investor bakal lebih selektif dalam melakukan investasi. Faktor yang membuat start up harus lebih adaptif dan efektif dalam setiap langkahnya, termasuk menempuh langkah efisiensi kalau memang diperlukan. ”Investor akan mengapresiasi pendiri yang berani ambil langkah untuk bertahan,” tuturnya. (bin)

Sumber: