Ketika Poligami Menjadi Solusi Kisruh Rumah Tangga (3)
Muniah dan Ike adalah tonggo tunggal pager di desa. Tidak hanya bertetangga, mereka masih terikat hubungan darah walau sangat jauh. Mereka sudah akrab sejak kecil. Ike-Muniah nyaris tidak pernah terpisahkan. Bila ada manten, misalnya, mereka pasti dimintai tolong jadi pendamping. Meski usia keduanya agak terpaut, tapi penampilan tampak seperti saudara kandung. Seperti adik-kakak. Selera mereka pun idem ditto. Sama-sama suka warna kuning. Sama-sama jago bahasa Indonesia dan fisika di sekolah. Sama-sama menjadi anggota paskibra di alun-alun kota pada 17-an. Ike dan Jem juga memendam talenta kesenian yang seragam. Juara-juara nyanyi. Juara-juara tilawah. “Ada kejadian lucu. Waktu Ike duduk di kelas dua SMA, Muniah duduk di kelas enam SD,” cerita Dahlan. “Lucunya di mana?” tanya Memorandum gak srantan. Kata Dahlan, waktu itu Ike naksir teman komunitasnya di perkumpulan pecinta alam. Namanya sebut saja Adam. Mereka jadian. Ke mana-mana selalu runtang-runtung berdua. Ternyata Muniah sudah lama memendan perasaan yang sama kepada Adam, tapi hanya bertepuk sebelah tangan dan hanya disimpan di dalam hati. Tidak sampai dua minggu kemudian Ike dipameri teman cowok Muniah. “Katanya waktu itu demikian, ‘Mbak Ike. Aku juga punya pacar.’ Tentu saja Ike kaget. Muniah yang masih bau kencur pacaran?” cerita Dahlan tentang kedekatan istrinya dengan Muniah. Ternyata cowok yang dipamerkan Muniah adalah adik kandung Adam. Yang wajah dan prejengan-nya 11:12. Namanya sebut saja Noah. “Tapi mereka sama-sama bubaran. Putus. Adam dan Noah dinilai Ike dan Muniah play boy. Suka ganti-ganti pacar. Kedua gadis ini berpisah cukup lama setelah Ike melanjutkan kuliah di Surabaya. Indekos di daerah berjuluk Kota Pahlawan ini. Muniah tinggal di Pacitan. “Maunya sih Muniah ikut Ike sekolah di Surabaya. Masuk SMP di Surabaya. Tapi dilarang orang tua.” “Akhirnya aku menikah dengan Ike,” kata Dahlan, yang melanjutkan bahwa pada suatu kesempatan Ike menceritakan soal Muniah. Makanya, ketika Muniah berkuliah di Surabaya, Dahlan mengemukakan ide agar Ike menawari Muniah untuk tinggal di rumah mereka. Ketimbang kos. Ternyata orang tua Jem tidak memperbolehkan. Dikhawatirkan Jem mengganggu ketenangan rumah tangga Ike dan Dahlan yang relatif bisa dibilang masih baru. “Ketika Ike hamil dan butuh pembantu, terpaksa kami mengambil dari biro jasa penyedia pembantu rumah tangga dan pengasuh bayi,” jelas Dahlan. Faktanya tidak mudah mengambil pembantu di biro jasa. Kebanyakan mereka tidak awet. Paling lama dua-tiga bulan. Ada-ada saja alasan mereka untuk pamit dan tidak bekerja lagi. (jos, bersambung)
Sumber: