Malam Pertama tanpa Tetesan Darah di Atas Ranjang (2)
Waktu itu Marta sedang berada di ruang tamu sebelah kamar tidur. Ironis, Wahid bertindak seolah tanpa perasaan. Sesaat kemudian terdengar suara khas dari medan pertempuran. Ah uh-ah uh glodak… ah uh-ah uh glodak. Merta tutup telinga. Walau begitu dia masih masih mendengar auman Wahid bak singa padang pasir dan kadang terdengar lenguhan kayak sapi digorok. Seperti itulah. Marta tidak tahan. Dadanya terbakar. Dia langsung cabut masuk kamar belakang. “Aku menangis sepuas-puasnya di sana. Semua barang yang ada aku banting,” kata Marta dengan penuh emosi, mengekspresikan kemarahan. Hanya cintalah yang menghalangi Marta meninggalkan Wahid. Biarlah suaminya itu berperilaku menyimpang, itu urusan dia dengan Yang Mahakuasa. Setelah sang suami menunaikan dendam, Marta berharap sikap lelaki pujaannya itu kembali seperti semula: mencintanya. Seperti dulu. Marta mencoba menghilangkan bayangan buruk soal wanita nakal yang dibawa pulang Wahid. Ingin menguburnya dalam-dalam. Ingin menghapusnya dari memori. Tapi sulit. Semakin mencoba melupakan, bayangan itu terlihat semakin nyata. Ketika sedang melayani Wahid pun, Marta merasakan dirinya bukan lagi Marta, melainkan orang lain. Kalau sudah begitu, Marta drop. Semangat melayani suami seperti menguap tiba-tiba. Badannya lemas. Pandangannya kabur. Sudah begitu, Wahid masih menambah sakit hatinya dengan mengatakan bahwa itu adalah karma Marta yang berkhianat sebelum menikah. Omongan seperti ini selalu diulang-ulang. Diulang-ulang. Marta selalu menepisnya, tetapi tidak pernah dipercaya. “Tidak ada buktinya. Tidak ada sama sekali. Masih mending anak kemarin. Masih perawan tingting. Darah masih menetes. Tidak rugi aku membayanrnya mahal-mahal,” tandas Wahid. Ketika mendengar ini, Marta sudah tidak bisa menahan kesadaran. Kabut gelap langsung menyelimuti seluruh tubuh dan pelan-pelan mengangkatnya ke langit tanpa batas. Marta baru sadar ketika berada di ranjang rumah sakit. Ada ayah dan ibunya di sana, tapi Wahid tidak tampak. Beberapa saudara dan kerabat berdiri di kiri-kanan dan di sisi kaki ranjang. Menurut ayahnya, tadi Wahid menelepon. Katanya Marta pingsan. Keluarga lantas menyusul ke rumah sakit. Dari Wahid, mereka mendapat cerita bahwa Marta tidak sadarkan diri setelah terjatuh di depan pintu kamar mandi. (jos, bersambung)
Sumber: