Almarhum Cak Sapari di Mata Insaf Andi Layaw, Eko Kucing dan Djadi Galajapo
Surabaya, memorandum.co.id- Rekan-rekan seniman Surabaya mengaku kaget dan sangat kehilangan ketika mendengar kabar bahwa Cak Sapari meninggal dunia pagi ini. Eko Meiyono, salah satunya. Pria yang karib disapa Eko Kucing itu segera menghubungi rekan-rekan seniman lainnya begitu mendengar kabar duka tersebut. “Cak Sapari adalah rekan seniman yang luar biasa. Ciri khasnya itu guyonannya yang sangat kental dan lain daripada yang lain,” ungkap Eko Kucing. Di mata dia, Sapari juga bisa mengayomi juniornya. “Orangnya sangat baik, familiar dan menjadi panutan bagi seniman-seniman muda. Dia selalu memberikan masukan dan ide-ide segar,” urainya. Kehilangan yang sama juga diungkapkan oleh Djadi Galajapo. Kata dia, Cak Sapari diibaratkan bapaknya seniman Surabaya. “Kalau disebut bapaknya seniman Surabaya itu benar adanya. Karena Cak Sapari itu begitu dekat dengan seniman-seniman di bawahnya. Istilahnya itu tidak pelit memberikan ilmunya. Lawak-lawakan atau joke-joke saya ketika tampil juga terinspirasi oleh Cak Sapari,” terang pemilik nama panggung HM Cheng Ho itu. Sepeninggal Sapari kata Djadi, dia berharap Cak Kartolo tetap berkesenian. “Kami tahu Cak Kartolo pasti sangat sedih. Sebab, selama puluhan tahun Cak Kartolo dan Cak Sapari ini ibarat dua sisi coin. Tidak terpisahkan,” bebernya. Kenangan serupa juga digambarkan oleh Insaf Andi Layaw. Kata Insaf, sekitar 10 tahun dia berkolaborasi dengan Cak Sapari di acara Trio Burulu radio Suzana. “Orangnya (Cak Sapari) itu sangat baik. Yang paling terkesan itu guyonannya. Guyonannya itu kalem tapi mengena. Istilahnya langsung bikin perut sakit karena tertawa terus,” kenang Insaf. Bahkan, terkadang, Insaf sempat binggung dengan arah lawakan Sapari. “Terkadang kami itu menduga bahwa lawakan Cak Sapari itu akan mengarah ke B. Tapi tiba-tiba lawakannya itu mengarah ke Z. Jadi pendengar dan penonton itu langsung gerrrr (tertawa,red),” imbuh Insaf. Soal waktu, Sapari menurut Insaf juga sangat on time. “Acara Trio Burulu itu kan live. Meski hujan dan panas menyengat Cak Sapari pasti datang tepat waktu,” katanya. Setelah Sapari meninggal, Insaf dan rekan-rekan seniman lainnya akan berusaha untuk melestarikan seni ludruk di Surabaya. “Ibarat e, Nang Joyoboyo liwat Kedung Tarukan, nek ngaku arek Suroboyo kudu melestarikan ludrukan,” jelentreh Insaf. (ono)
Sumber: