Nasib Keluarga Perempuan Mantan Play Girl (3)
Esoknya giliran keluarga Kokom mengadakan kunjungan balasan ke rumah Ilham. Kokom diminta santai dan istirahat yang tenang. Pakde dan ayahnya kemudian pamit akan rundingan sesuatu. “Besok? Apalagi yang akan kutemui di sana?” batin Kokom agak kecewa. Dia hanya menanggapi pemberitahuan ayahnya dengan satu kata, “Ya.” Singkat dan penuh keputusasaan. Tiba di kompleks pondok pesantren, Kokom sempat terkesiap. Bayangannya soal pondok yang kumuh, sempit, dan kotor sirna seketika. Fakta di depan mata: Berpondok, jauh lebih mengagumkan. Walau keluarga calon mertuanya hidup di atas kubangan harta, sikap mereka amat sederhana. Prosesi pernikahan Ilham vs Kokom pun digelar sederhana. Di mata Kokom bahkan teramat sangat sederhana sekali. Perilaku Ilham juga di luar perkiraan Kokom. Pemuda yang diyakini dingin dan sepoh itu ternyata amat romantis memperlakukann dirinya. Tiga tahun membina rumah tangga dengan Ilham, Kokom merasa tinggal di pinggiran surga yang cuil dan terjatuh ke bumi. Segala sesuatu yang diharapkan selalu terwujud dengan mudah. Hampir semuanya. Hanya satu harapannya yang belum terpenuhi: anak. Momongan. Padahal, teman-teman yang baru setahun-dua tahun menikah sudah dikaruniai momongan. Di tengah kegalauan itu, Kokom mendengar selentingan Gagah hendak menikah lagi. Kabarnya, calon istri kedua Gagah adalah sahabat karibnya sendiri. Di kampus maupun di kampung. Psikis Kokom goyah. Batinnya: percuma punya harta melimpah bila tidak mampu memiliki keturunan. Untuk apa? Ketika hal ini disampaikan kepada sang suami, tanggapan Ilham dinilai Kokom tidak bisa memberikan kekuatan batinnya. Pasrah saja, banyak berdoa, mungkin belum waktunya. Hanya itu jawaban yang diberikan Ilham. Berputar-putar. Mbulet kayak entut diblender. Bahkan sampai melampaui tahun keempat dan kelima perkawinan, tanda-tanda kehamilan belum dirasakan Kokom. Kabar Ilham bakal menikah lagi semakin santer. Kokom akhirnya sampai pada batas putus asa. Stres, bahkan menginjak level depresi. Pikirannya sering tidak jernih lagi. Ngaruworo, ngelantur. Semangat hidupnya anjlok. Kokom sampai pada pemikiran minta cerai. Pertimbangannya, percuma harta melimpah tapi harus dimadu. Apalagi si madu adalah sahabat karibnya sendiri. Bagaimana dia bisa menerima kenyataan ini? Pada saat seperti itu, naluri play girl-nya kumat. Ingin mencari kekasih lagi, tapi apa dia mampu melakukannya? (jos, bersambung)
Sumber: