Jaringan Narkoba Lapas, Pakar Hukum: Ibaratnya Gunung Es, Polri Sentuh Luarnya, Dalamnya Tidak

Jaringan Narkoba Lapas, Pakar Hukum: Ibaratnya Gunung Es, Polri Sentuh Luarnya, Dalamnya Tidak

Surabaya, Memorandum.co.id - Narkoba masih menjadi persoalan serius bagi negara ini. Dampaknya bisa merusak generasi bangsa. Namun peredaran narkoba seakan tiada habisnya. Perlunya komitmen pemerintah dan instansi terkait untuk memberantas hingga ke akar akarnya. Namun tidak bisa dipungkiri. Peredaran gelap narkoba juga terjadi di lapas yang fungsinya untuk melakukan pembinaan terhadap narapidana dan anak didik pemasyarakatan. Lantas bagaimana itu bisa terjadi? Pakar hukum pidana di Surabaya, Sunarno Edi Wibowo pun berbuka suara terhadap peredaran narkoba yang melibatkan oknum. "Harus berani menungkap, contohnya masalah sambo ini kok bisa semua kena, ini ada apa kok tidak berani (ungkap peredaran sabu di lapas). Ini kan perlu dipretanyakan kalau tidak berani. Ada apa semua ini," kata Edi Wibowo diwawancarai Memorandum, Rabu (24/8). Dengan terungkapnya kasus besar seperti narkoba dan judi online, menurut dia, berarti semua bisa mengungkap masalah narkoba. Jangan sampai adanya oknum yang menghalang halngi atau menutup nutupi sehingga bisa dikenakan pidana atau obstruction of justice. Pada dasarnya, obstruction of justice adalah semua pihak atau hal yang menghalangi penanganan kasus dalam bentuk apapun sehingga mengganggu jalannya proses penanganan hukum sehingga mempengaruhi kualitas penanganan hukum yang tengah berjalan. Jadi jelas, bahwa apa itu obstruction of justice merupakan tindakan yang melawan hukum, dan dapat dikenai pasal berlaku sesuai hukum di Indonesia "Obstruction of justice diatur dalam pasal 221 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp 450 ribu," katanya. Dalam ininya menyebutkan 'Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-udang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian' "Sekarang lagi marak kalau masalah atau kausus tertentu ditutup tutupi," ujarnya Sehingga lanjut Bowo, onkum yang terlibat Obstruction of justice bisa dikenakan kode etik karena penyidikan tidak tuntas. "Ibaratnya, gunung es hanya luarnya saja, tapi dalamnya tidak pernah disentuh," cetusnya. Mengingat, steatment Kapolri Listyo Sigit Prabowo bahwa tidak mau ada kasus serupa seperti perkara mantan Kadiv Propam Ferdy Sambo yang terlibat dalam skenario pembunuhan ajudannya, Brigadir J. "Ini sudah keputusan dari kapolri, tidak main main. Jadi ini berlaku kepada semua polri. Soalnya kapolri tidak mau polri jadi Sambo," ungkapnya. Sementara disinggung sulitnya mengungkap jaringan narkona didalam lapas, menurutnya bisa dibayangkan kalau peredarann narkoba di lapas tidak ada keterlibatan orang dalam. Kendati demikian itu tidak mungkin. Sebab untuk masuk saja ada beberapa prosedur yang harus dilewati. "Bahakan sebelum masuk dicek, pun bisa dilihat di sensor adanya barang mencurigakan. Kalau bawa pasti sensornya bunyi di geledah," imbuhnya. Namun yang terjadi apa? Masih saja terjadi bisnis narkoba di dalam lapas. "Masak tidak tahu. Ini perlu diungkap semuanya," lanjutnya. Bahkan menurut Edi Wibowo, jaringan jaringan ini setelah pihaknya teliti pun selidiki justru senang di lapas. Sebab para jaringan narkoba dalam lapas tersebut aman dan nyaman. "Sedangkan kalau di luar ditangkap. Kalau di lapas aman. Kalau ada obrakan di sembunyikan," terangnta. Sebeb menurutnya yang bisa masuk untuk mengungkap jaringan narkoba di lapas adalah polri. "Ini sudah merupakan kultur budaya. Jadi orang lebih seneng dipenjara dari pada di luar. Kalau di luar pasti kena jaringan jaringan itu," imbuhnya. Artinya dalam peredaran gelap narkoba lapas, ada dugaan keterlibatan orang dalam lapas. "Saya menduga kan gak papa. Sebab masuk maupun keluar aja kalau di lapas digeledah. Kalau barang (narkoba) sampai masuk lalu dari mana. Apa dari demit (setan), apa dari langit. Yang menutup nutupi semua itu ternyata oknum," cakap Edi Wibowo. Sehingga Edi Wibowo berharap institusi terkait segera melakukan pembrsihan terhadap oknum yang terlibat atau membantu meloloskan penyelundupan narkoba ke lapas. "Oknum oknum ini perlu dipecat semua. Ini merusak generasi muda. Kalau anak bangsa kena semua hancur negara Indonesia ini. Pemberantasan narkoba ini atensi, sehingga perlu adanya ketegasan," Disinggung sindikat narkoba mayoritas menggunakan metode jaringan putus sehingga bandar gede dan yang diduga mengendalikan dari lapas tidak tersentuh? Menurutnya sulitnya mengungkap bandar besar karena ada kekhawatiran beckup beckupnya, ini akan diungkap kapolri yang membekingi membekingi polisi ini. "Banyak oknum oknum polisi yang membeckup badar bandar besar ini," jelasnya. Menurutnya mencuatnya kasus Sambo, akhirnya meluas hingga narkoba dan judi online. "Harus berjalan konsisten, jangan sampai adanya kasus Sambo saja semua kasus diungkap. Harus berjalan terus," Sebab, terungkapnya bandar gede setelah adanya kasus Sambo. "Jangan sampai kepolisian melakukan siplanding adalah pengalihan sesuatu atau masalah yang berhubungan dengan persoalan ini," pungkasnya. (alf)

Sumber: