Manajemen Kolaborasi dan Inovasi, Kunci Pengelolaan Terpadu Daerah Aliran Sungai
Surabaya, memorandum.co.id - Berbagai persoalan daerah aliran sungai (DAS) perlu mendapatkan perhatian dari berbagai kalangan. Seperti eksploitasi berlebihan, alih guna lahan, hilangnya vegetasi yang mengakibatkan terjadinya banjir, erosi tanah, longsor. Bahkan, kekeringan ternyata berakar dari belum tepatnya strategi pengelolaan DAS. Kondisi tersebut diperburuk dengan adanya tumpang tindih kewenangan pengelolaan, bahkan ketidakpedulian berbagai pihak terhadap upaya-upaya konservasi dan rehabilitasi. Diperlukan manajemen kolaborasi untuk memastikan pengelolaan DAS dapat dilakukan secara terpadu dan berkelanjutan. Kebutuhan manajemen kolaborasi itu mengemuka dalam lokakarya nasional di Global Forestry Hall, CIFOR-ICRAF -Bogor, bertema Pengelolaan Terpadu DAS Rejoso melalui Pertanian Berkelanjutan dan Emisi Rendah Karbon, serta Investasi Bersama Sumber Daya Air, Selasa ( 23/8/2022). Untuk mengkomunikasikan berbagai capaian dari program yang sudah dilakukan program Rejoso Kita di wilayah hulu, tengah, dan hilir DAS Rejoso Pasuruan dilakukan skema pembayaran jasa lingkungan hidup, pengenalan teknologi budi daya padi ramah lingkungan, percontohan konstruksi sumur bor yang aman dan benar. Serta penguatan kelembagaan Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Kabupaten Pasuruan atau FDP. Managing Director CIFOR-ICRAF Dr. Robert Nasi menuturkan, membangun kolaborasi dalam pengelolaan permasalahan lingkungan memang tidak mudah. “Inovasi pengelolaan terpadu DAS seperti dalam skema pembayaran jasa lingkungan hidup merupakan hal yang sangat kompleks. Ada banyak faktor yang perlu mendapat perhatian. Faktor ketersediaan dana memang penting, tetapi ada yang lebih penting yaitu trust atau saling percaya di antara semua pemangku kepentingan yang terlibat,” jelas dia. Robert Nasi melanjutkan, apa yang sudah dilakukan di DAS Rejoso, yaitu membangun hubungan baik antar berbagai pihak yang terlibat, akan dapat menghasilkan dampak jangka panjang bagi kelestarian DAS yang ditandai dengan adanya kerjasama dan komitmen dukungan jangka panjang dari berbagai pihak. Sedangkan Direktur CIFOR-ICRAF Indonesia, Dr. Sonya Dewi, menyampaikan apresiasi kepada semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program Rejoso Kita. Makanya upaya membangun hubungan antara pemerintah, masyarakat, dan pihak swasta dalam pengelolaan DAS sudah berhasil dibangun di Kabupaten Pasuruan. “Upaya konservasi yang dilakukan para petani peserta program terbukti dapat meningkatkan infiltrasi air hujan di wilayah hulu dan tengah DAS Rejoso. Program budi daya padi ramah lingkungan dan pembangunan sumur bor dengan konstruksi yang baik juga berpengaruh untuk meningkatkan efisiensi penggunaan air,” jelasnya. Karyanto Wibowo, Direktur Sustainable Development Danone Indonesia, menekankan pentingnya kerja sama multi pihak terkait upaya konservasi DAS. Pihaknya ingin menjadi bagian dari solusi. “Itulah sebabnya kami juga menjadi bagian Forum DAS Pasuruan untuk berkonstribusi dalam aksi bersama merestorasi DAS Rejoso dan DAS-DAS lainnya sehingga kondisinya pulih dan dapat terus memberikan manfaat,” kata Karyanto. Ketua Forum Koordinasi Pengelolaan DAS Kabupaten Pasuruan atau FDP, Heru Farianto mengingatkan, anugerah sumber daya air yang melimpah yang dirasakan oleh masyarakat Kabupaten Pasuruan dapat hilang. “Debit Mata Air Umbulan pernah mencapai sekitar 6000 liter per detik. Sekarang sekitar 4000 liter saja. Ada banyak permasalahan di DAS Rejoso yang perlu ditangani seperti alih fungsi lahan hutan menjadi pertanian, pemukiman, juga tambang. Bila hujan terjadi, air tidak bertahan lama. Malah menyebabkan erosi dan sedimentasi. Muncul masalah kualitas air,” ungkapnya. Sementara itu Dr M Saparis Soedarjanto, Direktur Perencanaan dan Pengawasan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai menyebutkan pentingnya sistem pertanian agroforestri, yang juga dipromosikan oleh program Rejoso Kita, dalam meningkatkan infiltrasi di DAS dan mengurangi erosi. “Lanskap pertanian dapat berkontribusi dalam melestarikan DAS. Jenis tutupan hutan lainnya bisa juga untuk menjaga lingkungan, tetapi mungkin dari sisi penghidupan masyarakat tidak memungkinkan. Oleh karena itu perlu memperhatikan keseimbangan antara lahan produksi dan kehutanan yang juga menghasilkan produksi pangan dan jasa ekosistem,” katanya. (udi)
Sumber: