Sidang Penggelapan Uang Jual-Beli Kayu, Korban Sebut Kontrak Berdiri Sendiri

Sidang Penggelapan Uang Jual-Beli Kayu, Korban Sebut Kontrak Berdiri Sendiri

Surabaya, memorandum.co.id - Hadi Djojo Kusumo, dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Yulistiono ke ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Hal itu berkaitan dengan tindak pidana penggelapan yang dilakukan Hendra Sugianto dan Wasitho Nawikartha Putra (berkas terpisah). Di hadapan majelis hakim yang diketuai IGN Parta Bargawa, Komisaris PT Kayu Mas Podo Agung itu membeberkan kronologis kejadian bisnis jual beli kayu meranti merah yang membuat dirinya menelan kerugian sebesar Rp 6,5 miliar. Menurut Hadi, saat Hendra datang ke kantornya mengaku sebagai direktur utama PT Tanjung Alam Sentosa (TAS) dan rekanan dari PT Talisan Emas (TE) perusahaan pemegang izin usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam yang berlokasi di Kabupaten Maluku Tengah, Provinsi Maluku, luas areal 54.750 hektare selama +/- 35 tahun. "Saya dikenalkan oleh Pak Bayu. Lalu saya ditawari kayu milik Hendra. Setelah setuju, bikin kontrak berdiri sendiri, terpisah antara kontrak yl dan yad," beber Hadi Djojo saat ditanya JPU di ruang sidang Garuda 1, PN Surabaya, Kamis (18/8). Hadi mengungkapkan ada 10 kontrak dengan Hendra. Empat kontrak sudah terealisasi. Sedangkan untuk enam lainnya tak kunjung selesai hingga saat ini. "Tiap kontrak kelima - delapan minta DP (uang muka). Sampai kontrak ke delapan, total sudah minta DP Rp 15 miliar. Kata Hendra biar tidak minta-minta lagi," ungkapnya. Sedangkan untuk seluruh kontrak 5- 8 Hadi mengaku telah menyetorkan DP sebesar Rp 18 miliar. Karena tak kunjung kayu keluar, Hadi menugaskan Slamet Pramono ke Logpond PT TE di Desa Air Besar, Pulau Seram, Maluku Tengah untuk mengecek kayu pesanannya. Setelah diperiksa ternyata kayu yang tersedia pada saat datang tidak sesuai dengan yang dijanjikan yaitu kayu hanya tersedia sekitar +/- 200 m3. "Saya diberitahu Pramono, kayu meranti merah (playwood grade) cuma sekitar 10% dari keseluruhan kayu yg turun pada akhir Desember 2018. Selain itu, persyaratan kayu juga tidak plywood grade sesuai perjanjian awal," katanya. Karena tidak bisa menyediakan kayu yang dipesan Hadi, dibuatlah surat pernyataan dan kesepakatan dengan dibukakan dua  lembar cek. Dua cek dengan nilai Rp 6,5 miliar. "Dua cek dibawa sendiri oleh Hendra dan dibuatkan tanda terima.. Sampai batas waktu yang ditentukan pada waktu dikliringkan ternyata ke dua ceknya blong tidak bisa dicairkan " ujarnya. Sementara terkait janji Hendra untuk memberi kayu dari tempat lain dimana dia kerja ternyat telah dijual kepada pihak lain tanpa seijinnya. "Sementara hasil penjualan kayu ke pihak lain tersebut, tidak diserahkan kepada korban," terangnya. Sudiman Sidabukke, pengacara Hendra saat mendapat kesempatan mempersoalkan terkait perjanjian akan memenuhi pembayaran pada 2023. Tetapi korban malah melaporkan kliennya tersebut. "Benar. Namun itu hanya kesepakatan saja. Dan dua cek itu juga dasarnya kesepakatan. Bukan saya yang minta, " kata Hadi. Lalu Sudiman mempertanyakan foto kondisi kayu yang baik sesuai kesepakatan awal. Hal itu dibantah oleh Hadi. Dia mengatakan foto yang ditunjukkan Sidabukke adalah dari jauh. "Dari jauh itu Pak. Kalau dari dekat beda. Jika jauh tentu saja kelihatan baik. "ucap Hadi saat ditunjukkan foto dari pihak terdakwa. Sedangkan terkait laporan polisi mengapa korban melaporkan kontrak 006, Hadi kembali mempertegas bahwa kontrak dibuat secara sendiri2 tak terkait kontrak yl maupun yad. "Ya kan tiap kontrak berdiri sendiri. Kalau laporan lainnya ya masuk next episode," tandasnya. (Jak)

Sumber: