Mengintip Prostitusi Terselubung di Kaki Jembatan Suramadu
Surabaya, memorandum.co.id - Praktik prostitusi terselubung di metropolis seakan abadi. Eksistensinya terus ada dan tersebar di beberapa sudut kota. Modus operandinya pun memiliki ragam cara. Misalnya, di kawasan eks lokalisasi Dolly. Ada germo yang standby di Jalan Putat Jaya Lebar. Bila ada orang yang melintas dipanggil. Kemudian ditunjukkan foto perempuan melalui gawai. Bila cocok, maka akan diantarkan dan siap untuk dieksekusi. Selain itu, bisnis esek-esek terselubung juga merebak di kawasan Jalan Sememi Jaya I dan II. Ada belasan rumah bordil eks lokalisasi Moroseneng yang masih aktif. Dari luar terlihat tutup, namun sejatinya ada pekerja seks komersial (PSK) yang siap melayani pria hidung belang di dalam wisma. Dan yang baru terungkap, prostitusi terselubung di kawasan kaki Jembatan Suramadu. Para kupu-kupu malam itu menyambi sebagai pengaduk kopi. Setelah jam kerja, mereka dapat dibawa ke hotel kelas melati atau indekos tidak jauh dari lokasi untuk dinikmati. Praktik prostitusi terselubung di kawasan pesisir Kenjeran ini masih nihil pengawasan dari aparat. Sedangkan di kawasan eks lokalisasi Dolly dan Moroseneng, telah dilakukan pengawasan ekstra oleh jajaran Satpol PP Kota Surabaya dan kecamatan, seperti pengamanan (PAM) setiap hari mulai pukul 21.00 hingga pukul 04.00. Menurut Feri Setiawan, salah satu pengunjung yang kerap kongkow di sekitar kaki Jembatan Suramadu, praktik prostitusi terselubung itu diduga sudah berjalan hampir dua tahun. Dia bahkan mengaku sudah pernah sekali melakukan transaksi dengan salah satu PSK. Feri merogoh kocek Rp 250 ribu untuk sekali kencan. “Ya, memang ada yang seperti itu (prostitusi), mas. Akhir Desember 2021 saya pernah sama mbak yang itu. Servisnya lumayan, mas. Tarifnya Rp 250 ribu belum termasuk hotelnya,” kata warga Tambak Wedi ini saat ditemui Memorandum di lokasi, Minggu (7/8/2022). Banyak masyarakat yang tak memungkiri fenomena ini. Di lokasi, terdapat belasan gerobak warung kopi, baik di sisi barat maupun timur kaki Jembatan Suramadu. Setiap gerobak dijaga oleh perempuan berpenampilan seksi. Rata-rata mereka tampak muda dan menggoda. “Kalau mau menyewa jasanya tunggu mereka selesai kerja. Biasanya sekitar pukul 04.00 pagi mereka sudah ringkes-ringkes (memberesi). Bisa langsung ke perempuannya untuk negosiasi atau bisa lewat mami,” ungkap Feri. Memorandum.co.id berupaya untuk menelusuri lebih jauh. Benar saja, salah satu perempuan berinisial NRL setelah menemani berbincang selama dua jam, dia bersedia untuk diajak bercinta. NRL sambil malu-malu tak menampik dirinya dapat disewa untuk memuaskan hasrat pria. Hal ini dilakukannya lantaran desakan ekonomi. Sebagai penjaga warung kopi, NRL hanya digaji Rp 70 ribu per hari. Pendapatannya sebulan belum cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. “Kalau saya di sini dibayar Rp 70 ribu. Kalau temen yang lain ada yang Rp 40 ribu sehari. Beda-beda, mas. Makanya kadang kala, ya nggak setiap hari, ada pelanggan yang kepengen ditemani ya kita siap aja,” kata perempuan usia 20 tahun ini. NRL mengaku berasal dari Pulau Madura. Namun dia menetap di Surabaya sudah lama. Dia tinggal di sekitar kawasan Wonokusumo. NRL yang berwajah imut ini pun saat berbincang dengan memorandum.co.id kerap menggoda dengan manja. Ditanya soal tarif, NRL masih merahasiakan. “Nanti saja dilanjutkan setelah bekerja, paling nggak lama, habis ini selesai, mas. Tunggu, ya,” tandas NRL sembari memberikan nomor teleponnya. (bin)
Sumber: