Restorative Justice Kasus Lex Specialis, Ini Komentar Pakar Hukum Pidana

Restorative Justice Kasus Lex Specialis, Ini Komentar Pakar Hukum Pidana

Surabaya, Memorandum.co.id - Indonesia saat ini sedang dalam keadaan darurat narkoba. Namun, kasus dalam kategori Lex Specialis ini bisa dimohonkan Restorative Justice (RJ) ke kejaksaan untuk dihentikan. Hal tersebut menuai pro dan kontra dari beberapa pihak. Salah satu yang mengomentari RJ terhadap kasus narkoba ini dilontarkan oleh pakar hukum pidana I Wayan Titib Sulaksana. Menurut guru besar dan dosen di Universitas Airlangga (Unair) itu menyatakan sependapat bila RJ dilakukan terhadap pengguna narkoba. "Sepakat saya, karena kalau hanya pengguna, cukup direhabilitasi dibawah lembaga rehabilitasi korban narkotika dengan pengawasan ekstra ketat dari pemerintah," tuturnya pria yang akrab dipanggil Abah Wayan tersebut, Jumat (5/8). Dia menambahkan, alasan dirinya sepakat tersebut lantaran kondisi penjara di Indonesia telah penuh dengan tahanan pemakai narkoba. "Penjara di Indonesia (sudah) over load karena dipenuhi tahanan pengguna narkotika," imbuhnya. Kemudian, saat disinggung kedudukan hukum dari Peraturan Jaksa Agung (Perja) lebih tinggi dari Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) terkait RJ, Wayan mengatakan Perja merupakan lex specialis derogat generalis KUHP. "Perja adalah lex spesialis derogat generalis KUHP," singkatnya. Lebih lanjut, saat diminta pendapatnya terkait pengertian RJ dimana harus ada perdamaian dari pelaku dan korban melalui mediasi, Wayan mengatakan bahwa pengguna narkoba adalah korban narkoba itu sendiri. "Meski begitu, tetap diadili dengan putusan rehabilitasi bukan sanksi pidana kurungan. Itu lebih efektif diselesaikan antara penyidik kepolisian dan penuntut umum. Hasilnya harus dilaporkan kepada Ketua PN," katanya. Sementara itu, terkait apakah RJ tidak mengebiri pengadilan sebagai institusi yang menentukan seorang terdakwa terbukti bersalah atau tidak, Wayan mengatakan tidak. "Tentu tidak, mengingat pengguna narkotika di Indonesia amat sangat besar. Lha kalau para korban itu dijatuhi sanksi pidana penjara, ya pasti over load. Oleh karena itu disiasati dengan RJ," jelasnya. Wayan menegaskan, yang harusnya dijatuhi sanksi pidana mati itu adalah produsen, bandar, distributor, pengedar dan marketing narkoba. "Tetapi nyatanya, lebih miris lagi terpidana mati di berbagai LP di Indoneisa malah mengendalikan bisnis narkotikanya dari dalam LP. Hebat bukan. Inilah sebabnya mengapa negara kita ini menjadi sorga bagi penyelundup narkotika. Apalagi oknum penegak hukumnya doyan fulus (uang)," tandasnya. Diberitakan sebelumnya, Kejaksaan Tinggi Jatim melakukan RJ terhadap satu orang tersangka narkoba dari Kejari Trenggalek berinisial PE. Saat ini, PE sedang menjalani rehabilitasi di Napza Mitra Adhyaksa di rumah sakit jiwa Menur. (jak)

Sumber: