Semester Pertama 2022, PN Surabaya Terima 46 perkara PKPU Dalam

Semester Pertama 2022, PN Surabaya Terima 46 perkara PKPU Dalam

Surabaya, memorandum.co.id - Dalam semester pertama 2022, Pengadilan Negeri Surabaya menerima permohonan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) sebanyak 46 perkara. PKPU sendiri yaitu durasi tertentu bagi kedua belah pihak (perusahaan) melalui putusan Pengadilan Niaga (PN). Di dalam durasi tertentu itu, debitur dan kreditur diwajibkan mencapai suatu kemufakatan dalam musyawarah. Sementara proses musyawarah antara dua pihak yang berperkara tujuannya untuk mencari solusi perihal opsi pembayaran utang piutang. Umumnya, salah satu pihak atau keduanya memiliki rencana perdamaian pada sebagian atau semua utang itu, termasuk merestrukturisasi utang. Di PN Surabaya sendiri, pengajuan PKPU dilakukan oleh pelbagai pihak. Mulai dari perusahaan minyak, tambang, ekspedisi, dan masih banyak lagi. Hal tersebut dibenarkan Humas Pengadilan Niaga (PN) Surabaya, Khusaini. Namun, jumlahnya menurun dibanding semester awal 2021 lalu. "Ada 46 perkara PKPU yang masuk (pengajuan) tahun ini (2022)," kata Khusaini, Kamis (28/7). Dari jumlah tersebut, tak seluruhnya dikabulkan. Kendati, ada pula yang juga diterima. Alasannya, hakim memberikan permohonan perpanjangan durasi PKPU dengan harapan kedua belah pihak berperkara mencapai kesepakatan pasca musyawarah. "36 (PKPU) sudah putus, 10 (sisanya) belum (dalam proses sidang)," ujarnya. Dibanding semester durasi yang sama, yakni pada Januari sampai Juni 2021 lalu, Khusaini menyebut jumlah PKPU tahun 2022 ini menurun. "Menurun, per bulan Juni tahun 2021 ada 59 (perkara PKPU)," tuturnya. Pada dasarnya, PKPU diajukan debitur dengan alasan mengajukan rencana perdamaian. Biasanya, meliputi tawaran sebagian atau seluruh utang debitur terhadap kreditur. Apabila PKPU diajukan, niscaya debitur masih bisa mengurus harta kekayaan. Pun dengan melangsungkan kegiatan usaha. Dilansir dari laman resmi PN Surabaya, PKPU sendiri juga dapat diartikan sebagai proses ketika pengadilan melarang kreditur untuk memaksa debitor dalam membayar utangnya pada jangka waktu tertentu. Pada jangka waktu tersebut, debitor dapat mengajukan rencana perdamaian dengan para kreditur. (jak)

Sumber: