Ditelepon Seseorang yang Mengaku Polisi, Ngajak Menginap
Yuli Setyo Budi, Surabaya Endang (bukan nama sebenarnya) memang syantik. Usianya sekitar 25 tahunan. Wajahnya sedikit di bawah kualitas Nikita Mirzani. Bodinya alak-alak undi sama Dewi Perssik. Komes. Andai suaranya seimbang saja dengan Engel Lelga. layaklah kalau Endang diorbitkan menjadi artis dangdut ibu kota. Sayang, nasib Endang tak sebagus itu. Perempuan luar Surabaya ini malah dinikahi seorang pemuda yang nggak jelas. Suaminya bandar narkoba dan baru diringkus polisi. Kini dia mendekam di Rutan Medaeng. “Saat ini sedang proses sidang, Mbak,” kata Endang ketika membesuk suaminya, sebut saja Sabuar, belum lama ini. Curhatan tersebut Endang sampaikan kepada perempuan muda yang duduk di sampingnya, ruang tunggu Rutan Medaeng yang panas dan pengap. Memorandum yang duduk di belakang mereka secara tidak sengaja mendengarnya. Kebetulan waktu itu Memorandum diajak teman jagongan ngopi membesuk seorang gambler, tersangka kasus judi. Yang jelas, sejak itu Memorandum setiap Rabu rajin datang ke Medaeng khusus untuk menguping pembicaraan dia. Sebab, tampaknya hari itulah yang sengaja dipilih Endang untuk membesuk Sabuar. “Aku ke sini tiap Rabu, Mbak. Hanya hari itu sempatnya. Berangkat dari rumah jam dua belas malam,” imbuh Endang. Ternyata orang yang diajak berbagi kisah Endang adalah warga Surabaya Barat. Namanya sebut saja Elia. Pacarnya juga di dalam (ditahan). “Sebenarnya kami ketangkep bersama. Tapi entah bagaimana usaha (Elia menyebutkan nama, red), akhirnya hanya dia yang diproses. Aku dilepas. Istilahnya dilepeh,” kata gadis berusia sekitar 20 tahun ini. Kembali ke kisah Endang. Bagian inilah yang sebenarnya membuat Memorandum penasaran ingin menguping kelanjutan ceritanya, yang menyebabkan wartawan koran ini harus riwa-riwi ke Medaeng. Menurut Endang, saat suaminya baru ditahan, ada seorang lelaki yang mengaku polisi meneleponnya. Orang tersebut mengatakan bisa membantu meringankan hukuman suami Endang dengan syarat. “Syaratnya berat, Mbak. Aku harus mau diajak menginap,” tutur Endang. Orang tadi juga menakut-nakuti Endang dengan menyatakan bila Endang menolak, hukuman suaminya bisa mencapai maksimal 20 tahun atau seumur hidup. Kecuali, lanjut orang itu, keluarga suaminya bisa menyediakan uang cash Rp 350 juta. Jujur saja, kata Endang, tawaran tersebut sempat membuatnya gelisah. Rp 350 juta sangat tidak mungkin dimiliki! Menemani tidur orang yang belum dia kenal juga bukan hal mudah. Apalagi, bila dipertimbangkan menurut agama. Jauh panggang dari api. Di sisi lain, membayangkan hidup sendirian selama 20 tahun pun teramat sangat menyakitkan. Endang merasakan sepi seolah membelit sejengkal demi sejengkal tubuhnya, sampai-sampai dia seolah menjelma menjadi mumi. “Aku sedih banget, Mbak,” katanya, nyaris tak terdengar. Dia juga membayangkan betapa menderitanya sang suami hidup di balik jeruji besi selama itu. Mampukah dia? Diterpa bayangan-bayangan menakutkan tadi, suatu saat Endang ingin diam-diam memberikan pengorbanan untuk suami. Asal Sabuar bisa bebas! Endang pun bertekad hendak menemani tidur lelaki yang menelepon tempo hari. Yang mengaku polisi. Mereka lantas janjian bertemu di suatu tempat. Dengan hati deg-degan Endang menuju tempat tersebut. Sulit menggambarkan apa yang dia rasakan. “Atiku rasane copot, Mbak. Sepanjang perjalanan tubuhku seperti melayang,” kata Endang. (bersambung)
Sumber: