Jatuh Cinta kapada Purel di Sebuah Rumah Hiburan (7-habis)
Rini lebih mengesankan sebagai guru madrasah atau penghuni pondok pesantren ketimbang purel diskotek. Mereka ngobrol banyak hal. Intinya Hery ingin menunjukkan niatan hati. Entah Hery yang merasa GR (gede rumongso) atau terlalu berharap, ia merasakan Rini juga menunjukkan ketetarikan. Singkat cerita, mereka pun makin dekat. Rini bahkan sudah menuruti saran Hery untuk berhenti dari pekerjaannya. “Rini tidak menyesal dekat dengan duda tua seperti aku?” tanyaku suatu saat di tempat kosnya. “Pak Hery tidak menyesal dekat dengan perempuan beranak satu yang tidak jelas siapa ayahnya?” “Biarkan aku yang menjadi ayah anakmu,” kata Hery. Mereka akhirnya bisa saling menerima segala kekurangan dan kelebihan masing-masing. Pendekatan singkat tidak lebih dari sebulan itu akhirnya sampai pada titik finish. Hery melamar Rini. Seminggu kemudian pernikahan sederhana kami gelar di masjid depan rumah Rini di Kediri. Berakhir happy ending? Belum. Turun dari masjid seusai akad nikah, Hery terpeleset. Jatuh, tapi tidak terlalu keras. Walau begitu, Hery merasakan pantat nyeri dan kebas. Hery yang spontan berdiri dan bepegangan lengan seorang teman tiba-tiba melorot. Seperti tidak ada tenaga. Sama sekali. Hery segera dilarikan ke rumah sakit dan dirawat inap. Hingga sebulan lebih. “Ada kemungkinan Bapak menderita kelumpuhan,” kata dokter yang merawat Hery. “Ada juga kemungkinan sembuh?” sela adik Hery. “Ada tapi sangat kecil.” Kini mereka menunggu terwujudnya kemungkinan yang amat kecil itu. Tapi bukan itu yang menjadi pikiran Hery mumet. Ibundanya memaksa Hery memceraikan Rini setelah tahu dia seorang purel Adiknya bahkan diminta mengurus proses cerainya, “Aku harus bagaimana?” Kini proses cerai sedang berlangsung. Entah bagaimana nasib rumah tangga Hery, Yang jelas, kini kebutuhan hidupnya berada di tangan ibu dan adiknya. Dia tak kuasa menentukan. (jos, habis)
Sumber: