Jatuh Cinta kapada Purel di Sebuah Rumah Hiburan (2)
Rini yang beda dari purel-purel lain menjadikan perhatian Hery fokus kepadanya. Hery berpikir: kok bisa perempuan seperti ini berada di tempat beginian? Sungguh, bagi Hery sangat tidak masuk akal Rini sampai berkubang di kehidupan malam yang kotor dan menjijikkan seperti ini. Pasti ada sesuatu yang salah. “Bapak tidak biasa ke diskotek ya?” tiba-tiba suara Rini yang lembut terdengar di telinga kiri Hery. Terselip di sela dentuman musik ajeb-ajeb dan hingar bingar para pengunjung. “Bisa kita bicara berdua di tempat yang agak sepi?” Hery membalas berbisik di telinga Rini. Dia mengangguk, bercakap-cakap sebentar dengan Angel, kemudian memberi isyarat kepadaku untuk berjalan mengikutinya. Mereka membelah gelombang manusia yang bergerak bagai ombak, mengikuti irama musik yang terdengar seolah-olah keluar dari pori-pori tubuh mereka. Ya, mereka sudah amat menyatu dengan musik yang mereka dengarkan. Di salah satu sudut gelap terlihat samar sepasang insan sedang berpagut dengan beringas, seolah tidak ada orang lain di sekitarnya. Cuek bebek. Loe-loe; gue-gue. Hery hanya bisa geleng-geleng sejenak, lantas kembali mengikuti langkah Rini. Mereka menemui bapak yang tadi memperkenalkan keduanya di sebuah lorong. Rini saling berbisik dengannya, kemudian kembali memberi isyarat untuk mengikuti dia. Ternyata mereka diarahkan dan diminta masuk sebuah ruangan. “VIP,” bisik Rini. Aku mengangguk. “Silakan bersenang-senang di dalam. Kalau ada perlu apa-apa, panggil kami,” kata bapak tadi. Hanya berdua di dalam, Hery mengaku tidak tahu apa yang akan dikatakan dan lakukan. Semua pertanyaan yang tadi sudah disusun berbaris rapi di ubun-ubun mendadak sirna. Otak Hery serasa kosong. Blank. Entah berapa lama Hery bersikap seperti tulup dikethek, maaf, kethek ditulup, tiba-tiba terdengar Rini menyebut namaku berulang-ulang. “Pak Hery… Pak Hery… Maaf… Pak Hery…” “Ya… ya… ya,” Hery gelagapan. Seperti baru bangun dari tidur. “Pak Hery mau minum apa?” tanya Rini. Di samping meja ruangan itu berdiri seorang gadis cantik dengan senyum di bibir. Seperti menunggu. Akhirnya Hery memesan air putih dan beberapa camilan. Rini menyodorkan mike dan memersilakanku memilih lagu, tapi ditepis. “Matikan saja sound system-nya. Atau kecilkan volumenya,” kata Hery. “Benar ya Pak Hery tidak terbiasa ke tempat seperti ini?” tanya Rini. “Sama sekali tidak pernah. Sebenarnya aku yang ingin bertanya, karena kurasakan Mbak Rini sama sekali tidak menikmati kehidupan di sini. Mengapa bisa sampai ke sini?” Tiba-tiba Hery melihat awan hitam berkelebat di wajah cantik Rini. “Pak Hery bertanya serius?” Sambil bertanya demikian, kulihat Rini menata cara duduknya. Rini yang sedari tadi duduk menjauh dariku berpindah ke posisi yang lebih jauh. (jos, bersambung)
Sumber: