PTUN Gelar Sidang Perdana Gugatan DKS terhadap Wali Kota Surabaya
Surabaya, memorandum.co.id - Pengadilan Tata Usaha Negeri (PTUN) Surabaya menggelar sidang perdana terkait gugatan yang dilayangkan oleh Ketua Dewan Kesenian Surabaya (DKS) Chrisman Hadi terhadap Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dengan nomor registrasi: 98/G/2022/PTUN.Sby, Rabu (6/7). Ketua DKS Chrisman Hadi selaku penggugat hadir dengan didampingi oleh 6 kuasa hukumnya, sedangkan Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya selaku pihak yang tergugat hadir diwakili oleh bagian hukum. Dalam agenda sidang, majelis hakim membahas pemeriksaan permulaan terkait formalitas dan legal standing dari para pihak yang terlibat. Di dalam pemeriksaan permulaan, majelis hakim mempertanyakan tentang kedudukan obyek sengketa yakni, Surat Pemerintah Kota Surabaya Nomor: 430/5535/436.7.16/2022 tanggal 29 Maret 2022 tentang Penolakan permohonan pengukuhan dan pelantikan pengurus DKS periode 2020-2024 di bawah kepemimpinan Chrisman Hadi. Majelis hakim sempat mempertanyakan mengenai surat penolakan tersebut yang ditandatangani oleh Sekretaris Daerah (sekda) Pemkot Surabaya, bukan Wali Kota Surabaya secara langsung. Namun, pertanyaan majelis hakim itu tak dapat dijawab oleh Bagian Hukum Pemkot Surabaya. Mengingat perlunya perbaikan dan kelengkapan berkas, majelis hakim memutuskan akan kembali menggelar sidang yang kedua pada 13 Juli 2022. Agenda sidang selanjutnya yakni, perbaikan gugatan dan kuasa dari pihak penggugat. Ditemui usai sidang, Atok Rahmad Windarto SH MH, selaku kuasa hukum penggugat mengaku heran mengenai surat yang sempat disinggung oleh majelis hukum dalam sidang. Sebab, surat tersebut semestinya ditandatangani oleh wali kota, namun dilakukan oleh sekda. “Ini bisa jadi merupakan bentuk dari mal-wewenang, karena yang tandatangan adalah sekda, bukan wali kota. Padahal surat permohonan dari klien kami itu (Chrisman Hadi) diajukan kepada Wali Kota Surabaya, mengapa yang membalasnya sekda? Dan tidak ada keterangan atas nama wali kota pula. Itu artinya Sekda Kota Surabaya bertindak sendiri tanpa sepengetahuan Wali Kota Surabaya,” ujar Atok. Sedangkan Ketua DKS Chrisman Hadi yang turut hadir dalam persidangan merasa yakin bahwa surat penolakan dari Pemkot Surabaya cacat administrasi dan cacat wewenang. “Saya ini mengajukan surat keputusan pengukuhan pengurus DKS hasil musyawarah 119 seniman di Surabaya kepada Wali Kota Surabaya langsung, bukan kepada Sekretaris Daerah Kota Surabaya. Kenapa yang balas suratnya itu sekda? Bahkan juga bukan atas nama wali kota. Ini kan mal-wewenang. Saya jadi curiga, jangan-jangan penolakannya itu manuvernya sekda sendiri, dan bukan keputusan dari wali kota Surabaya,” tandas Chrisman. Ke depan, sejalan dengan gugatan yang sedang berjalan, Chrisman berharap, seluruh seniman juga ikut mengawal dan mendukung gerakan DKS. “Ini adalah upaya dari para seniman Surabaya untuk mencari keadilan dan kebenaran, agar rakyat tidak terus-menerus diperlakukan sewenang-wenang oleh penguasa,” serunya. Terpisah, Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Surabaya Hendro Gunawan mengatakan, pemkot melalui bagian hukum masih berkoordinasi terkait proses gugatan tersebut. “Apapun itu, atas gugatan tersebut kami menyikapinya bukan sebagai sebuah perlawanan. Kita mencoba mencari titik temu, bagaimana semuanya dapat terakomodir. Bagaimana supaya dewan kesenian bisa menjalankan tugasnya secara profesional, itu saja,” ujarnya. “Ndak onok terus kene mau lawan-lawanan, nggak lah. Kita coba jalan bersama. Syukur-syukur, semua unsur seniman yang ada di Surabaya terwadahi. Sehingga perjalanan untuk berkesenian ini semakin berkembang bagus,” imbuh Hendro. Disinggung lebih jauh, Hendro melimpahkan persoalan tersebut kepada Asisten Perekonomian dan Pembangunan Irvan Widyanto. “Mungkin bisa komunikasi kepada Pak Asisten 2 ya, saya durung oleh progres yang terakhir. Belum melapor ke saya,” tandas Hendro. (bin)
Sumber: