Luruskan Pemahaman Hukum, Jaksa KPK Tanggapi Eksepsi Hakim Itong
Surabaya, memorandum.co.id - Nota keberatan (eksepsi) yang diajukan Mulyadi, pengacara dari hakim nonaktif Itong Isnaeni Hidayat mendapat tanggapan dari Wawan Yunarwanto, jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal itu berkaitan dengan kasus pembubaran PT Soyu Giri Primedika (SGP). Setelah sidang, saat ditemui memorandum.co.id, Wawan menjelaskan bahwa pada intinya dalam tanggapannya ingin meluruskan pemahaman hukum agar tidak menjadi sesat pikir. "Pertama tidak boleh adanya saksi mahkota. Mereka mengacu pada undang-undang Convenant Social Rights (hak sosial manusia). Sedangkan di Mahkamah Agung dan Kejaksaan Agung itu sudah ada surat edaran diperbolehkan," jelasnya, usai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya, Selasa (5/7). Wawan mencontohkan apabila ada dua tersangka tidak ada saksi. Maka di splitzing (dipisah), agar satu orang bisa menjadi saksi bagi yang lain. Menurutnya, terdakwa Itong tidak konsisten dalam menghadapi perkara ini. "Pak Itong ini tidak konsisten. Dia bilang di eksepsi tidak boleh dipisah. Padahal dia juga pernah menyidangkan dan memutuskan perkara yang dipisah," katanya. Terkait inti tanggapan jaksa atas keberatan Itong, Wawan menyebutkan ada dasar hukum yang membolehkan yaitu SEMA dan SEJA. Selain itu juga ada yurisprudensi yang pernah menerapkan seperti itu. "Ada dasar hukumnya saksi mahkota disitu dipebolehkan. Selama itu dibutuhkan untuk membuktikan suatu perkara. Dan itu sebenarnya tidak masuk ranah eksepsi," ujar Wawan Sedangkan pasal 12 huruf c yang dipermasalahkan Itong karena harus hakim, menurut Wawan itu tidak harus. "Tidak harus hakim semua. Karena menurut teori beberapa ahli hukum itu tidak harus memenuhi analisa unsur delik dari pasal 55 ayat (1) KUHP," jelasnya. Terpisah, Mulyadi, ketua tim penasehat hukum (PH) dari terdakwa Itong Isnaeni usia persidangan mengatakan eksepsinya berlandaskan hukum juga. "Apa yang kami tuangkan dalam eksepsi itu semua berlandaskan hukum, tapi mereka ini (jaksa KPK) justru menurut saya tidak menanggapi eksepsi kami," katanya. Menurutnya, pemisahan berkas perkara (splitzing) menujukkan dalam kasus ini jaksa tidak memiliki keyakinan karena memiliki alat bukti yang minim, sehingga jaksa tidak lagi menggunakan dasar hukum namun menggunakan kelaziman. "Menurut kami pak Itong tidak bisa ditarik dalam perkara ini, sehingga ini melanggar Pasal 189 KUHP maupun asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum maupun hak asasi yang sudah diratifikasi," tandasnya. (jak)
Sumber: