Saksi ASN Sebut Uang Fee Itu Sudah Rahasia Umum

Saksi ASN Sebut Uang Fee Itu Sudah Rahasia Umum

Surabaya, memorandum.co.id - Tigor Prakarsa didakwa melakukan memberikan uang (gratifikasi) kepada mantan Bupati Tulungagung Syahri Mulyo sebesar Rp 14,4 miliar. Tujuan pemberian uang tersebut agar pemilik PT Kediri Putra itu menang tender pekerjaan peningkatan jalan di Dinas Pekerjaan Umum Perumahan Rakyat (PUPR) Pemkab Tulungagung. Terhadap perbuatannya tersebut, Tigor kini diadili di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Surabaya. Sementara sidang digelar dengan agenda pemeriksaan 4 orang saksi, Andriyana, Agung, Wahyu dan Suakarji. Dalam persidangan, terungkap komentar menarik dari salah satu saksi yaitu Wahyu. Menurutnya pemberian fee proyek kepada pejabat pemerintahan merupakan hal yang wajar. "Saya tidak tahu mekanismenya bagaimana. Tetapi kalau ada uang fee untuk proyek saya cuma dengar. Dan sudah menjadi rahasia umum," ungkapnya, Rabu (29/6). Terkait dengan pembahasan proyek, Wahyu mengaku tidak pernah dilibatkan oleh kepala dinasnya waktu itu yakni Sutrisno. Apalagi adanya floating fee. "Saya cuma tahu beberapa proyek di Pemkab Tulungagung. Dan saya hanya fokus ke teknis di lapangan saja," kata pria yang pernah menjabat sebagai PPK di Dinas PUPR tersebut. Wahyu menambahkan dirinya mengetahui pekerjaan khusus hotmix hanya dua perusahaan yang selalu bergantian mendapatkan pekerjaan tersebut. Mereka yaitu Tigor dan Susilo Prabowo alias Emmbun. "Tahu saya setelah hasil lelang. Yang menang itu PT milik pak Tigor dan pak Embun. Jadi yang menang itu gantian. Kalau ada kesepakatan apa-apa saya tidak tahu," ujarnya. Terkait dengan penyampaian Kadis PUPR Sutrisno kepada dirinya, Wahyu mengaku ada pembagian wilayah kerja untuk Tigor dan Embun. "Yang menentukan kadis. Utara pak Embun, timur PT Kediri Putra milik Pak Tigor," bebernya. Sementara itu, Agung Hardiyanto, ASN yang menjabat Kasubag di Dinas PUPR saat terjadinya gratifikasi itu mengaku sebagai pengantar uang ke BPKAD. "Saya antar itu uang fee. Uang dari bidang-bidang di PUPR. Uang fee dari rekanan yang sudah selesai melakukan pekerjaan. Yang mengumpulkan kepala bidang. Kalau pembagiannya tidak tahu. Yang menentukan Pak Sutrisno," jelasnya. Agung kemudian merinci uang fee tersebut diantarkan ke BPKAD dan sekretaris daerah (dekda). "Setahun ambil dan memberi dua kali. Katanya 15 persen dari nilai proyek. Kalau ke sekda yang mengantar sekretaris," ujarnya. Sedangkan pengacara terdakwa, saat mendapat giliran bertanya hanya melakukan penegasan dari jaksa KPK, Joko Purnomo. "Yang saya tahu dua perusahaan itu bergantian dapat pekerjaan hotmix," tandas Wahyu. (jak)

Sumber: