Lahan Seluas 2,9 Ha di Keputih Jadi Rebutan
Surabaya, Memorandum.co.id - Sengketa lahan marak terjadi belakangan ini. Setelah terungkap di Asemrowo, kini kasus serupa terjadi di Keputih. Permasalahan tersebut terkait lahan seluas 2,9 hektar are (Ha) antara ahli waris Rominah dan Mizan Tamimy Sulthon. Riqi, salah satu ahli waris Rominah mengatakan, lahan milik ibunya itu hanya dijual seluas 1,6 hektar are (Ha) kepada Rudi. Sehingga tersisa lahan 1,3 Ha milik ahli waris yang berjumlah 8 orang dari total 2,9 Ha. Masalah timbul saat korban akan mengurus peningkatan status tanah ke sertifikat di kelurahan Keputih. Pihak kelurahan mengatakan tidak bisa diurus lantaran telah bersertifikat. "Saya kaget ternyata tanah saya sudah ada sertifikat hak miliknya (SHM) atas nama Mizan Tamimy Sulthon. Total luas lahannya 2,9 Ha. kata Riky kepada Memorandum.co.id, Selasa (21/6). Riqi mengaku jika di antara delapan bersaudara tidak ada yang melakukan jual beli tanah itu kembali. Yang mengherankan, di akta jual beli PPAT kecamatan Sukolilo yang ditandatangani camatnya saat itu, Nusri Faroch, ada tanda tangan ibunya, Rominah. "Surat akta jual beli PPAT itu ada tanda tangan ibu saya. Padahal, ibu saya tidak bisa tanda tangan. Bisanya cap jempol. Saya ada buktinya di KTP itu cuma cap jempol. Dan juga tanda tangan saudara-saudara saya dipalsu," jelasnya. Camat Nusri saat dikonfirmasi Riqi mengaku tidak pernah tanda tangan di surat tersebut. "Pak Camat membantahnya. Dan sudah buat surat pernyataan yang dinotariskan kalau dia tidak pernah tanda tangan di surat tersebut," ungkapnya. Lebih lanjut Riqi menyebutkan, saat pengurusan itu melalui Irfak, tokoh pemuda setempat. "Pengurusannya melalui Pak Irfak," ujarnya. Sementara itu Irfak saat dikonfirmasi terkait pengurusan melalui dirinya membenarkan. Dia mengaku jika untuk pengurusan tersebut disepakati nominal biayanya sebesar Rp 300 juta. "Iya, memang lewat saya. Setahu saya biayanya Rp 300 juta. Yang menemui saya itu orang suruhan dari pembeli. Waktu itu saya hanya mengantar ke kelurahan tetapi tidak ikut transaksi penyerahan uangnya. Bawa amplop coklat orang suruhannya itu. Tapi saya tidak tahu berapa isinya. Kalau berhasil saya dijanjikan dibelikan mobil," beber Irfak. Sedangkan Putut, mantan Sekretaris Kelurahan Keputih yang menjadi saksi tercatatnya peralihan mengatakan, dirinya mengetahui di data sporadik luas lahan yang dijual oleh ahli waris hanya seluas 1,6 Ha. "Di sporadik itu saya ingat cuma 1,6 Ha. Saya tidak tahu kok tiba-tiba muncul sertifikat luasnya 2,9 Ha," ucapnya. Terpisah, Yuni Utomo, mantan Lurah Keputih yang menjabat saat terjadinya peralihan hak menyatakan, prosesnya yaitu tahun 2002, Rominah menjual tanah ke Rudi dengan akta jual beli PPAT Camat Sukolilo seluas 2,9 Ha. Tahun 2003 dijual kembali ke Mizan Tamimy Sulthon dengan luas sama. "Ada semua bukti. Lalu minta sporadik ke saya. Lalu saya kumpulkan data-datanya sesuai dengan kepemilikan terakhir," katanya. Sedangkan terkait biaya pengurusan sebesar Rp 300 juta seperti yang dikatakan Irfak, Yuni membantahnya. "Tidak ada itu. Kalau menurut Pak Irfak mengatakan seperti itu adalah haknya. Saya dibilang terima uang segitu, siapa yang memberi," ujarnya. Dan atas keterangan Putut, Yuni mengatakan itu hak yang bersangkutan. "Itu haknya Pak Putut. Tapi dia kan juga ikut tanda tangan sporadik," ucapnya. Sementara itu Nurhadi, pengacara Mizan Tamimy Sulthon saat dikonfirmasi perihal kasus ini mengatakan bahwa kliennya membeli sesuai prosedur yang sah. Selain itu, menurutnya hubungan hukum antara Mizan dan Rominah tidak ada. "Masalah ini tidak ada kaitannya dengan klien kami. Sebab, klien kami membeli dari Pak Rudy seluas 2,9 Ha. Dasarnya adalah Akta Jual Beli (AJB) antara Rominah dan Rudy. Kemudian klien kami dengan Pak Rudy yang kemudian dibuatlah ikatan jual beli seluas lahan yang sama," kata Nurhadi. Terkait adanya coretan dari angka 1 menjadi 2 di Petok D dijadikan dasar laporan polisi, Nurhadi menegaskan tidak mengetahuinya. "Yang pasti itu terjadi di tahun 2002. Buktinya luasnya 2,9 Ha. Buktinya dari keterangan riwayat tanah bahwa itu dibuat pada tahun tersebut. Jadi klien kami tidak tahu menahu terkait hal itu," tegasnya. Selanjutnya Nurhadi menjelaskan bahwa saat pengurusan, Lurah Yuni baru menjabat. Tidak ada kaitannya dengan peristiwa di 2002. "Kalau Pak Yuni tidak ada kaitannya," ujarnya. Sedangkan adanya pengurusan sertifikat tanpa pembuatan AJB dulu, Nurhadi itu merupakan kewenangan dari BPN. "Waktu kita datangi notaris diminta membayar Rp 800 juta. Alasannya untuk mendatangkan anak ahli waris Rudy yang berada di luar negeri. Kemudian, dikomunikasikan ke BPN, dimintai syarat dan bisa dilakukan tanpa AJB bila membayar pajak jual beli antara Rominah dan Rudy," jelasnya. Dan untuk pengajuan Irfak dan Putut, Nurhadi mengatakan keduanya asal ngomong. "Biaya pengurusan tersebut tidak benar. Klien kami tidak kenal sama Irfak. Kalau Pak Putut dia asal ngomong. Dia mengaku sekretaris kelurahan itu tahun berapa. Buktinya dia tandatangan mengakui luas lahan 2,9 Ha, terus sekarang 1,6 Ha. Yang ketahui 2,9 itu apa," tandasnya. (jak)
Sumber: