Praktisi Hukum: Terdakwa Wajib Hadir Sidang
Surabaya, memorandum.co.id - Pelonggaran kebijakan masa pandemi Covid-19 yang diberlakukan pemerintah saat ini patut disyukuri semua kalangan. Namun, pada institusi pengadilan masih diberlakukan sidang secara online lantaran terdakwa tidak dihadirkan ke persidangan. Hal tersebut tentunya bertolak belakang dengan kebijakan yang semakin longgar saat ini. Pertimbangan sidang dengan menghadirkan terdakwa (tatap muka) secara offline ini sempat dilontarkan majelis hakim Erintuah Damanik, salah satu hakim Pengadilan Surabaya yang mengadili perkara pencurian dengan terdakwa Suryadi Bin Temon. Saat persidangan dengan agenda penuntutan oleh jaksa penuntut umum (JPU) tersebut, Suryadi menolak jika namanya Bin Temon. Untuk itu, Erintuah langsung memerintahkan kepada JPU untuk segera koordinasi dengan kementerian hukum dan hak asasi manusia Republik Indonesia (Kemenkumham) untuk dilakukan sidang tatap muka. "Segera berkomunikasi dengan Kemenkumham untuk sidang tatap muka. Kalau sidang seperti ini susah," kata Erintuah saat sidang di Pengadilan Negeri Surabaya. Menanggapi hal tersebut, salah satu praktisi hukum Surabaya, Abdul Malik berpendapat bahwa persidangan wajib digelar secara tatap muka. Sebab, sidang secara virtual atau online menurutnya tidak obyektif. "Wajib hadir terdakwa ke persidangan. Sebab tidak akan obyektif kalau virtual. Dari segi pembuktian juga akan kesulitan. Sehingga kualitas persidangan akan berkurang," jelas Ketua DPP Jatim organisasi Kongres Advokat Indonesia (KAI) tersebut. Bukan tanpa sebab jika Abdul Malik sependapat dengan hakim Erintuah Damanik. Dicontohkan dia, dari segi barang bukti seharusnya ditunjukkan langsung ke terdakwa dan saksi penangkap. Selain itu juga saat terdakwa menanggapi atau menjalani pemeriksaan terdakwa. "Contohnya waktu pemeriksaan terdakwa. Itu suaranya tidak jelas kalau secara virtual. Pengalaman saya banyak terdakwa itu hanya menjawab tetapi tidak kedengaran oleh hakim. Soalnya suaranya putus-putus. Jadi diulang-ulang terus. Jika seperti itu korelasinya nanti pada putusan majelis hakim," bebernya. Untuk diketahui, sidang secara online di pengadilan kerap dipermasalahkan para pihak. Sebab, dalam pembuktian terdapat kesulitan dan memakan waktu yang cukup lama untuk dijadikan pertimbangan. Sementara dasar hukum sidang secara online tersebut yakni Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 4 Tahun 2020. Perma ini diteken Ketua MA, M. Syarifuddin, pada 25 September 2020. MA menerbitkan Perma itu sebagai jawaban agar sidang tak lekas mandek di tengah pandemi corona. Perma ini ialah tentang Administrasi dan Persidangan Perkara Pidana di Pengadilan Secara Elektronik. Diketahui, Perma memang turut mengatur persidangan secara online. Namun penetapan sidang digelar online atau offline tetap bergantung pada diskresi majelis hakim. Pasalnya, masih ada persidangan yang digelar secara offline meski banyak pengadilan yang melakukan sidang secara online. (jak)
Sumber: