Perjalanan Cinta Seorang Playboy Keturunan Playboy (1)

Perjalanan Cinta Seorang Playboy Keturunan Playboy (1)

Pengantin Perempuan Mirip Jiho, Artis Imut Korea Oleh: Yuli Setyo Budi, Surabaya Kakehan giringan. Kata-kata itulah yang pantas diberikan kepada arek Wiyung ini, sapa saja Beni (30). Setelah terlalu memilih-milih, penyuka olahraga futsal tersebut malah mendapatkan pasangan yang juuuaaauuuh di bawah standar. Mbletrek-trek-trek-trek. “Pengantin wanitanya cantik ya Om?” tanya pemuda di samping Memorandum, Dzulhijjah lalu, saat kami menghadiri resepsi pernikahan Beni. Beni adalah anak teman sekampung Memorandum di Mojokerto, berpuluh tahun silam, sebut saja Wahyu. “Sampeyan kenal pengantin wanitanya?” tanya Memorandum. “Saya justru sahabat pengantin prianya. Dia teman bermain sejak kecil. Sampai sekarang. Kami bekerja di Ngoro Industrial Park (NIK, red). Kalau Om?” “Om teman sekampung ayah pengantin pria.” “Gimana Om? Pengantin wanitanya cantik, nggak?” desak pemuda itu, sebut saja Dila. Mau tidak mau Memorandum memperhatikan gadis yang duduk di pelaminan dengan seksama. Cantik. Bahkan sangat cantik. Mirip artis Korea, Jiho Oh My Girl. Wajahnya tirus dan kulitnya glowing banget. Idola cewek dan cowok kekinian. Jadi, sangat wajar bila Beni jatuh cinta sekonyong-konyong koder. “Menurut Om, dia mirip artis ya?” “Ya. Artis Korea.” “Pemain sinetron ya, Om?” “Ya.” “Tidak mirip gadis di foto ini?” kata Dila sambil menyodorkan layar HP-nya. Memoradum mencermati dan tertawa kecil, “Ya jauh toh Mas. Kayak bumi dan langit.” Pada layar tersebut tampak foto seorang gadis sedang berusaha membuka pintu mobil. Seluruh tubuhnya basah kuyup. Kayak-nya di kawasan Jalan A Yani Surabaya, depan Graha Pena Jawa Pos. “Padahal foto di HP ini yang benar-benar dia,” kata Dila sambil menunjuk gadis yang duduk di pelaminan. “Guyon kamu.” “Om seperti teman saya, Beni. Nggak percaya,” tambah Dila. Ada sedikit nada kecewa pada kalimatnya. [penci_related_posts dis_pview="no" dis_pdate="no" title="baca juga" background="" border="" thumbright="no" number="4" style="list" align="none" withids="19463, 19255, 19359, " displayby="recent_posts" orderby="rand"][penci_related_posts dis_pview="no" dis_pdate="no" title="baca juga" background="" border="" thumbright="no" number="4" style="list" align="right" withids="" displayby="tag" orderby="rand"] Dila lantas mengajak Memorandum keluar dari ruang resepsi. Dila bercerita bahwa ketika Beni masih berpacaran, di pernah diajak bermain ke rumah kos gadis itu di kawasan Pagesangan. Hampir sejaman mereka diminta menunggu karena si gadis, sebut saja Rani, kata penghuni kos lain, sedang mandi. “Lha masa sih Om, seorang gadis butuh waktu sejam lebih untuk mandi dan dandan?” Saat itu, karena hanya diajak, Dila berusaha menyabarkan diri. Baru sekitar 65-70 menit kemudian Rani menemui Beni dan Dila. Memang cantik, tapi Dila merasa ada sesuatu yang janggal. Tapi, waktu itu Dila tidak mengetahui: di mana letak kejanggalannya dan apa? “Saya penasaran Om,” ujar Dila. Untuk mencari jawaban atas kepenasarannya, suatu saat Dila ingin mengetahui keseharian Rani di kos-kosannya di Pagesangan. Dila sengaja ke warung kopi tidak jauh dari rumah kos Rani. Mencari informasi soal gadis tersebut. “Oh, yang kos di rumah itu? Banyak Mas. Ada tujuh. Kalau yang cantik hanya satu. Imut banget. Kayak artis Korea. Mungkin itu maksud Sanpeyan. Tapi, saya tidak tidak tahu namanya. Dia tidak pernah ke sini. Tidak seperti yang lain, jedal-jedul,”  kata si pemilik warkop. (bersambung)  

Sumber: