Khas Gresik, Udeng Grissee Segera Didaftarkan HAKI

Khas Gresik, Udeng Grissee Segera Didaftarkan HAKI

Gresik, Memorandum.co.id - Achmad Choiri menamainya Udeng Grissee. Keturunan keempat saudagar besar H Djaelan bin H Oemar asal Kabupaten Gresik ini ingin memperkenalkan udeng khas kreasinya yang cocok bagi semua kalangan. Perpaduan estetika masa lampau dan culture era milenial. Setiap unsurnya mengandung makna. Penyematan nama Udeng Grissee sangat lekat dengan Gresik yang dikenal sebagai Kota Bandar Grissee. Yakni kawasan syahbandar. Wilayah yang menjadi jalur perdagangan Nusantara dan internasional. Udeng atau ikat kepala yang diluncurkan awal Maret 2022 bersamaan launching Gresik Heritage itu membawa misi pelestarian budaya. "Nguri-uri budaya," kata Choiri saat ditemui di rumah produksi Jalan Nyai Ageng Arem - arem. Ia menjelaskan, konsep udengnya mengadopsi sorban Timur Tengah. Yakni layaknya kumpluk/songkok yang dililit kain. Untuk desainnya mengacu pada ikat kepala yang dipakai sesepuh atau orang tua Gresik zaman dahulu. Referensinya dari dokumentasi gambar orang tempo dulu yang terpajang rapi dalam buku dan dinding rumahnya. Sekilas, udeng kreasi Choiri mirip dengan ikat kepala tradisional pada umumnya. Meski begitu, setiap daerah memiliki ciri khas masing - masing. Tidak terkecuali Udeng Grissee. ”Pakemnya sesuai udeng yang dikenakan orang Gresik zaman dulu. Bahan penyangga berbentuk persegi memanjang diujungnya berbentuk segitiga lancip dililit batik khas Gresik. Kemudian dilipat mengikuti alur,” jelas pria kelahiran 1975 itu sembari menunjukkan foto udeng zaman dulu. Ujung kain berbentuk segitiga itu dibiarkan memanjang sekitar 15 centimeter di belakang kepala. Ini menjadi salah satu pembeda dengan udeng dari daerah lain yang biasanya terdapat dua ujung kain. Sementara Udeng Grissee hanya satu ujung. Di bagian depan, kain itu ditekuk menyerupai segitiga. Dan dibiarkan menyembul dan terlihat. Selain bentuk dan lipatannya, anak ke 7 dari 8 bersaudara ini tidak ingin main - main dalam hal bahan baku dan motif udengnya. Kain batiknya sengaja diproduksi sendiri untuk menjaga kualitad. "Sementara motifnya hanya batik ekor bandeng. Karena motif ini yang paling mudah menyesuaikan dengan bentuk udengnya. Kalau desain lain harus benar - benar presisi, salah sedikit tampak jelek. Sekarang masih proses mencari desain lain," imbuhnya. Yang jelas, Choiri berusaha menghadirkan Udeng Grisse sebagai salah satu ikat kepala yang fleksibel dipakai ke mana saja. Harapan besar udengnya bisa menjadi pilihan di antara banyaknya udeng yang sudah ada. "Saking fleksibelnya, ini saya pakai waktu ngopi bahkan salat di masjid. Biar masyarakat kenal," tandas pria berusia 47 tahun itu. Ia berharap generasi milenial bisa lebih mengenal udeng yang erat dan lekat dengan nilai budaya tersebut. Desainnya sudah disesuaikan dengan kondisi sosiokultural masyarakat Gresik. Lebih kekinian. Apalagi, harganya juga tidak terlampau mahal. Untuk satu buah udeng kreasinya, Choiri membanderol dengan harga Rp 125 ribu. "Alhamdulillah, sejauh ini pemerintah daerah mendukung kehadiran Udeng Grissee. Orang - orang dinas itu banyak yang beli. Semoga masyarakat luas bisa kenal dengan udeng ini dan bersama - sama merawat budaya," ujar generasi keempat penerus usaha batik legendaris Batik Gajah Mungkur tersebut. Usai lebaran Idulfitri 1443 Hijriah ini, pria berkacamata itu ingin mematenkan udengnya. Mendaftarkan Udeng Grissee masuk ke dalam Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI). "Selain dikomersilkan. Sebagian hasil penjualan udeng ini akan disisihkan untuk komunitas saya (Komunitas Pecinta Sejarah dan Budaya Kota Lama Gresik). Niatnya bukan sekedar profit," tegasnya. Sembari selonjoran, ia menceritakan bahwa Gresik memiliki sejarah masa lalu yang luar biasa. Banyak lahir saudagar - saudagar besar, salah satunya tidak lain kakek buyut Choiri yakni H Djaelan bin H Oemar. Yang terkenal seantero nusantara. "Melalui udeng ini, sedikit demi sedikit kembali nguri - nguri budaya dan kejayaan masa lampau," tutupnya.(and/har)

Sumber: