Kaget, Senjata Suami Ternyata Supermini

Kaget, Senjata Suami Ternyata Supermini

Kabur pada Malam Pertama

Perempuan itu duduk bersama seorang pria di ruang tunggu Pengadilan Agama (PA) Surabaya. Wajahnya keruh. Murung. Mereka berbincang serius. Memorandum mendekati mereka. Duduk di samping yang pria, sebut saja Dirman. Dari pembicaraan keduanya, terungkap bahwa mereka bersaudara. Kakak beradik. Sedikit-sedikit dan samar-samar terdengar dialog mereka. Lucu. Sampai-samai Memorandum melirik dan memastikan bagaimana sosok adik Dirman. Namanya sebut saja Dina. Cantik. Tubuhnya tinggi besar. Tak lama kemudian Dina berdiri. Pamit pipis. Kesempatan ini Memorandum gunakan bertanya kepada Dirman, “Siapa yang bercerai Mas?” “Adik saya. Yang duduk tadi?” “Kenapa?” Sebelum menjawab, Dirman tertawa. Ia pandang tajam baju seragam Memorandum lalu tersenyum. “Nanti saja saya ceritakan sambil ngopi,” katanya. Dan sesuai janjinya, begitu Dina kembali, Dirman pamit ngopi sambil memberi isyarat Memorandum untuk mengiktinya. “Aku ngopi dulu. Kalau ada apa-apa, hubungi HP-ku,” kata Dirman kepada idiknya. Menurut lelaki yang berpawakan nyaris sama dengan saudaranya ini, masalah yang melatarbelakangi perceraian adiknya sangat lucu. Dina mengaku sangat kecewa terhadap suaminya, sebut saja Toni. Tidak seperti yang dia bayangkan, Toni yang bertubuh gagah ternyata menyimpan senjata supermini. Seperti milik anak-anak PAUD. Saking mininya, senjata itu nyaris tidak terlihat sebelum berubah dari perangkat lunak menjadi perangkat keras. “Aku gelo. Makanya pada malam pertama kami, aku melarikan diri,” kata Dirman menirukan kata-kata Dina. Dina sembunyi di rumah teman karibnya tidak jauh dari rumahnya sendiri. Tidak hanya sehari, melainkan tiga hari. Pengantin pria dan keluarga sampai gedandapan mencari Dina ke sana-kemari. Bahkan sampai mendatangi rumah-rumah family dan kerabat Dina di luar kota. Dina mencurhatkan kondisi senjata suaminya yang supermini. Temannya, sebut saja Ningsih, hanya tertawa. Ningsih lantas bertanya, seberapa minikah senjata Toni, Dina menujukkan jari telunjuk. Ningsih kembali tertawa. Kemudian memukul-mukul punggung Dina. “Kowe jik untung sebesar telunjuk. Suamiku malah sebesar ini,” kata Ningsih sambil memperlihatkan kelingkingnya. Dina terkejut. “Yang penting bukan besar-kecilnya, Nona Manis; tapi kelincahan dan semangat juangnya,” kata Ningsih sambil menggeret Dina keluar rumah dan menyuruhnya pulang. Dina bergeming. Dia tak mau meningglkan rumah Ningsih. Baru pada hari ketiga dia pamit. Tapi bukan pulang ke rumah, melainkan ke rumah kakaknya, Dirman. Kepada sang kakak dia kembali mengungkapkan uneg-uneg-nya. “Temanmu benar. Yang penting bukan besar-kecilnya, tapi bagaimana mengolah bola,” kata Dirman. Namun, Dina yang mengaku sering melihat film dan video xxx ngotot bahwa mentalnya sudah drop melihat senjata Toni yang supermini. “Aku cerai saja,” rajuknya kepada Dirman. (jos)  

Sumber: