Investasi Alkes Fiktif, Korban Kehilangan Uang Ratusan Juta

Investasi Alkes Fiktif, Korban Kehilangan Uang Ratusan Juta

Surabaya, memorandum.co.id - Bermodal pengakuan bisnisnya legal dan punya banyak kerja sama dengan sejumlah pemerintah daerah serta rumah sakit untuk pengadaan alat kesehatan (alkes), Tiara Natalia Alim berhasil menipu para investornya terkait investasi bisnis alkes. Namun, pada kenyataannya kerja sama itu tidak pernah ada. Uang yang disetor para korbannya juga sebagian tidak kembali. Tiara bekerja sama dengan adiknya, Nicko Agatha Alim, untuk mencari investor. Jaksa penuntut umum Sabetania R. Paembonan dalam dakwaannya menyatakan, terdakwa melalui Nicko menjanjikan keuntungan 50 persen profit per item bagi investor yang mau menyuntikkan modalnya untuk bisnis alkes yang akan diberikan dalam jangka waktu 14 hari. Ada 11 investor yang tergabung. Mereka dimasukkan ke dalam grup WhatsApp New Sultan. Empat di antaranya, Aditya Prawira Kencana, Michael Andreas Saisab dan Anditya Tantono. Nicko meyakinkan bahwa alkes tersebut nantinya dijual ke beberapa rumah sakit dengan keuntungan 40 persen dari profit per item. "Sesuai dengan barang yang diambil dari daftar penawaran alat kesehatan berupa file PDF yang dibagikan oleh terdakwa di grup WhatsApp New Sultan," jelas jaksa Sabetania dalam dakwaannya. Selain itu, Tiara menjamin bahwa pengadaan alkes ini aman, legal dan bertanggungjawab. Uang investor tidak akan hilang dan modal beserta keuntungan akan diberikan dalam jangka waktu 14 sampai 17 hari setelah pembelian item alkes. "Proyek ini berhubungan dengan proyek pemerintah yang menyediakan banyak dana untuk penanganan Covid-19," ungkapnya. Aditya bersama investor lain sempat menandatangani perjanjian modal usaha pemodal untuk masuk sebagai investor. Tiara bertandatangan sebagai pihak pertama, Nicko sebagai agen dan investor sebagai pihak kedua. Setelah itu, daftar penawaran alat kesehatan berupa file surat perintah kerja (SPK) diedarkan di grup WhatsApp. Investor lantas memilih produk alkes yang akan dibeli. Aditya dan kawan-kawan sempat merasakan mendapatkan keuntungan sebelum macet. Pembagian keuntungan dan modal itu macet karena investasi pengadaan alkes ini sebenarnya fiktif. SPK yang ditawarkan di grup WA dibuat terdakwa sendiri dengan menulis kode, bama rumah sakit beserta alamat dan lain-lain. Harga jual dan keuntungan yang dijanjikan hanya ide terdakwa saja. "Keuntungan yang diperoleh merupakan uang pemodal sendiri yang dikelola terdakwa. Sehingga ketika investor tidak lagi memasukkan dananya, maka terdakwa tidak dapat mengembalikan uang milik pemodal lainnya," tuturnya. Anditya yang menjadi salah satu investor mengaku sudah 10 tahun berteman dengan Nicko sebelum akhirnya memilih untuk berinvestasi. "Nicko bilang coba saja tidak ada salahnya sedikit-sedikit saja. Pertama saya masukkan sedikit. Sekarang yang belum kembali ke saya Rp 480 juta. Lebih dari 20 kali transaksi," ujar Anditya saat memberikan keterangan sebagai saksi dalam sidang di Pengadilan Negeri Surabaya, Senin (11/4). Pengacara terdakwa, Nurmawan Wahyudi saat dikonfirmasi seusai persidangan tidak banyak berkomentar. Dia memilih menunggu untuk membuktikan bahwa kliennya tidak bersalah di persidangan saja. Hanya, dia menegaskan bahwa para investor sebelumnya sudah mendapat keuntungan. "Benar atau tidaknya perbuatan terdakwa kita tunggu pembuktian dalam persidangan saja," kata Nurmawan. (jak)

Sumber: