Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (20)

Toh Kuning Benteng Terakhir Kertajaya – Sampai Jumpa, Ken Arok! (20)

Toh Kuning mengerutkan kening dan  mencoba memahami penjelasan Bengawan Bidaran. Sorot mata Toh Kuning menampakkan kebingungana untuk mencerna wejangan gurunya. Ia memotong penjelasan gurunya, ”Guru, apakah itu saya aku tidak akan berjumpa guru setelah hari ini?” “Aku belum selesai bicara, Ngger,” suara lembut beriring dengan senyum Begawan yang mengembang. Ia memejamkan mata. Wajah teduh Begawan teduh menjadi penghibur yang istimewa bagi Toh , ketika ia merasa seperti akan menjalani hidup seorang diri. Ken Arok, teman dekat yang dianggapnya sebagai saudara, telah hilang tanpa kabar. Toh Kuning telah mencoba mencari tahu dan bertanya pada gurunya, tetapi Begawan Bidaran selalu menjawab dengan gelengan kepala. Masih dengan mata terpejam, Begawan melanjutkan penuturannya, ”Mungkin saja kita tidak akan pernah berjumpa lagi. Tetapi dalam hatimu, kau menyadari apabila tunas akan tumbuh dan berkembang hingga masa yang ditentukan baginya. Dan masa itu ,usia untuk berbakti telah tuntas. Setiap bagian tunas yang menjadi akar akan terus menerus menyerap sari pati kehidupan. Itu semua bertujuan agar ia dapat menunjang cikal bakal kehidupan yang tersimpan dalam tunas tadi. Begitu pula sebuah gunung dengan puncaknya yang menembus awan, ia akan terus berusaha mencapai ketinggian sesuai dengan akar yang dapat ia tancapkan di bagian dalam dari bumi.” Toh Kuning merasa sedikit lebih jelas memahami keterangan gurunya. Namun sebuah pertanyaan besar yang telah berbulan-bulan lamanya ia pendam dalam hati kini seakan mendapatkan sedikit lubang untuk keluar. Meski begitu, Toh Kuning masih berusaha untuk menahan diri sampai gurunya selesai memberi wejangan padanya. “Kekuatan akar dari sebuah tunas dapat menentukan akhir dari tunas itu sendiri,” kata Begawan lalu membuka mata dan memandang Toh Kuning penuh kelembutan. Tetapi Toh Kuning justru merasakan dirinya bagaikan dihisap oleh pusaran air yang dahsyat di tengah lautan. Ia tidak dapat lagi menahan gelisah dalam hatinya. Rasa kehilangan itu kemudian menguasai diri Toh Kuning. Seolah tanpa sadar, Toh Kuning bertanya, ”Guru, di manakah Ken Arok?” Tiba-tiba ia meloncat bangun dari duduknya. Tangan Toh Kuning terkepal, dadanya berdesir kencang dan tubuhnya bergetar hebat. Ia berkata geram, ”Aku harus menuntut balas kematian Ken Arok. Aku melihatnya terkapar di tangan Mahesa Wunelang.” “Guru!” Toh Kuning membungkukkan badan lalu melangkah lebar meninggalkan Begawan Purna Bidaran. “Aku tidak dapat membiarkanmu pergi, Ngger!” lirih Begawan berkata. Lalu ia mengangkat tangan dan melepaskan tenaga inti yang sangat besar untuk membetot Toh Kuning yang hampir saja melewati pintu. Tiba-tiba Toh Kuning merasa ia sedang ditarik ke belakang. Ia merendahkan badannya dan mencoba melawan kekuatan besar yang sedang merengkuhnya kembali ke tempat duduk semula. (bersambung)    

Sumber: