Terungkap Dua Kode Pungli Mantan Bupati Mojokerto, Kriuk-Kriuk dan Nganyarno Surat Nikah

Terungkap Dua Kode Pungli Mantan Bupati Mojokerto, Kriuk-Kriuk dan Nganyarno Surat Nikah

Surabaya, Memorandum.co.id - Sidang lanjutan perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Bupati Mojokerto dua periode, Mustofa Kamal Pasa (MKP) digelar kembali di Pengadilan Tipikor, Surabaya, Kamis (30/3). Pada persidangan kali ini, Jaksa Penuntut Umum (JPU) komisi pemberantasan korupsi (KPK) yang di koordinatori oleh Arif Suhermanto menghadirkan 14 orang saksi yang terdiri dari aparatur sipil negara yg menjabat di pemerintahan kabupaten Mojokerto. Dari keterangan para saksi tersebut, ada seorang saksi yang memberikan keterangan menarik. Saksi tersebut yaitu Yoi Arfida Kepala Dinas BPBD Kabupaten Mojokerto. "Waktu itu saya Camat Kemlagi didatangi sama Pak Nono. Dia itu orang kepercayaan Pak Bupati. Ditawari perihal naik jabatan menjadi Kepala Dinas Perhubungan," kata Yoi, saat memberikan keterangan di ruang sidang Cakra, Rabu (30/3). Atas tawaran tersebut, Yoi menambahkan jika untuk naik jabatan siapa saja pasti mau. Setelah itu, Nono menyampaikan apabila ingin naik jabatan ada uang pelicinnya (umbo rampe) yang diberi kode "kriuk-kriuk". "Pak Nono bilang, kalau mau jadi ya harus ada kriuk-kriuknya. Saya tidak tahu istilah apa itu, dan akhirnya dikasih tahu kalau kriuk-kriuk itu sejumlah uang," imbuhnya. Mendapati permintaan sejumlah uang tersebut, Yoi menanyakan berapa banyaknya uang yang harus diberikan. Oleh Nono disebutkan sebesar Rp 300 juta. "Saya tanya berapa, Pak Nono bilang Rp 300 juta. Terus saya sampaikan kalau uang sebanyak itu ya tidak punya. Akhirnya saya konsultasi dengan Pak Bambang, saya dikasih saran untuk pinjam ke bank. Dan dapat sekitar Rp 260 jutaan," ungkapnya. Setelah uang terkumpul meskipun masih kurang, Yoi kemudian menemui MKP. Mantan Bupati Mojokerto itu lalu menyuruh Yoi menaruh saja uang tersebut di mejanya. "Pak Bupati bilang, sudah taruh situ saja," ujarnya. Setelah menduduki jabatan tersebut, beber Yoi, Nono menyampaikan harus ada setoran ke MKP. Kalau tidak, maka akan diganti dengan orang lain. "Saya disuruh setor. Lewat ajudan bupati, Lutfhi. Itu atas perintah Nono," bebernya. Sementara itu, mantan Camat Mojosari, H Abdullah menerangkan jika saat terpilihnya kembali MKP menjadi bupati Mojokerto kedua kalinya, mengatakan disuruh menyampaikan kepada para camat untuk setor uang untuk tetap menjabat. "Pak Bupati bilang kalau para camat ingin lanjut jabatannya harus ngenyarno surat nikah (mempertahankan jabatan) harus setor Rp 150 juta per camat. Kalau tidak mau akan dinonjobkan," terangnya. Abdullah mengaku perintah itu disampaikan MKP saat dirinya dipanggil ke rumah Bupati. Menurutnya, camat yang datang sekitar 14 orang. "Saya dipanggil ke rumah pak bupati di Krapyak. Perintahnya ya itu tadi. Ada yang langsung kasih uangnya ke pak bupati ada lewat Nono," ucapnya. Untuk diketahui, dalam dakwaan JPU sebelumnya saat menjabat bupati Mojokerto sejak tahun 2010 hingga 2018, MKP didakwa telah menerima uang hasil pungutan liar sebanyak Rp 48, 2 miliar. Uang tersebut diduga dari jual beli jabatan pegawai negeri sipil di lingkup kabupaten Mojokerto sebesar Rp 31 Milyar serta dari rekanan atau pengusaha di kabupaten Mojokerto sebesar Rp.16,3 miliar terkait fee proyek. (jak)

Sumber: